Meneropong Kota Jogja dari Prinsip – Prinsip Kota Ideal
Mungkin anda termasuk orang yang baru mengijak bumi kota jogja atau bahkan sudah
lama tinggal di Jogja, baik itu tujuan bekerja atau kuliah dan sebagainya.
Barangkali pernah bertanya atau setidaknya tersirat dalam benak “kira-kira
apakah kota jogja sudah layak dikatakan sebagai kota ideal” ? atau bahkan samasekali tidak ada gambaran apakah
kota jogja sudah layak dikatakan sebagai kota ideal. Nahh’ dalam kesempatan ini
penulis ingin berbagi pengalaman kepada anda untuk meneropong Kota Jogja dengan
berbagai indikator kota ideal. Sebelum kita jauh melangkah, alangkah baiknya
terlebih dahulu penulis menjelaskan Apa
itu Kota ideal ...? iya’ istilah “Kota Ideal“ tidak bisa dilepaskan dari
sosok filosof Plato yang memperkenalkan “Kota Ideal“ Atlantis. Dalam filsafat Plato ide dan form
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.(Baca:perdebatan
Plato dengan Aristoteles tentang ”Gagasan/Ide dan Bentuk/Form) Plato juga yang pertama mengajarkan bahwa antara
kebahagiaan dan kesehatan badan dan jiwa terdapat sebuah hubungan yang erat.
Dalam karyanya Critias dan Timaeus Plato memaparkan bahwa di
benua Atlantis pada mulanya terdapat sebuah peradaban yang sangat maju dan
brilian yang hancur karena korupsi dan keserakahan. Pada masa revolusi industri
abad ke-19 di Eropa Barat, pengertian “Kota Ideal“ dikaitkan dengan wujud fisik
dari sebuah masyarakat urban yang mampu mengintegrasikan berbagai kelas sosial
dalam sebuah lingkungan yang baik. Jadi lahirnya ide kota impian pada waktu
itu, seperti ide Garden City dari Howard adalah sebuah reaksi terhadap
kondisi sosial dan lingkungan yang buruk dari pusat-pusat pertumbuhan industri
seperti London, Paris atau Berlin. Kira-kira bagaimana sejarah kota ideal di indonesia
? Pada
periode selanjutnya yaitu pada masa pembangunan masyarakat modern di abad
ke-20, prinsip-prinsip yang diperjuangkan pada abad ke-19 di sebagain besar
Negara Eropa Barat telah diterima sebagai acuan bagi pengembangan setiap kota.
pengertian “Kota Ideal“ pada waktu itu didefinisikan sebagai sebuah kota dengan
wujud fisik yang modern dan industrialis tetapi sekaligus bersifat human.
Terkait erat dengan ide kota impian atau “Kota Ideal“ adalah ide kota baru:
Ebenezer Howard yang disebut dengan Garden City-nya dengan membangun
kota baru di Letchworth. Dari penjelasan tersebut diatas mungkin anda sudah ada sedikit gambaran
tentang Kota ideal itu seperti apa. Ok, langsung saja kita memotret kota jogja
dari 10 prinsip – prinsip Kota ideal antara lain ; Healthy
city, Eco-City, Justice City (equality),
Human City, Sustainable
Development City, Growth City, Population city, Urban Cultural Identity, Green
City, Security City.
1. Eco-City adalah Kota yang ramah lingkunganàmenjamin civil liberty.
Artinya kota yang hijau, sehat (bebas dr sampah, ramah lingkungan).
Konsep ini menekankan adanya ketergantungan fisik dari masyarakat pada
kondisi lingkungan. Sampah masih menjadi biang masalah bagi lingkungan. Tak terkecuali di Kota
Yogyakarta, Padahal
volume sampah di Kota Yogyakarta bisa mencapai 300 ton setiap harinya. Penumpukan sampah makin
tak terkendali dan akhirnya menyebabkan pencemaran. Fungsi tempat pembuangan
akhir (TPA) pun menjadi tak maksimal, karena limpahan sampah rumah tangga yang
terus meningkat. Pemerintah-pun dinilai sekadar cuci tangan dengan menerbitkan peraturan daerah
tentang pengelolaan sampah. “Raperda ini menunjukkan pemerintah membuat
persoalan sampah hanya menjadi tanggung jawab warga” Maka untuk mengatasi problem ini Pemerintah Kota Yogyakarta mencari solusi dengan menyewa
tempat di daerah Piyungan Bantul sebagai tempat pembuangan sampah akhir tapi juga tetap tidak berhasil karena kurangnya kesadaran dari warga setempat. Tapi yang pasti persoalan sampah merupakan
persoalan serius yang harus segera ditangangin oleh pemerintah bekerjasama
dengan masyarakat guna menciptakan lingkungan yang sejuk,indah yang bebas dari
pencemaran.
2. Sustainable Development City merupakan Kota
dengan pembangunan berkelanjutanàmenjamin pelestarian sumber daya kota.
Dengan
pembangunan berkelanjutan, yang menjamin
pelesterian sumber daya , pemkot
yogyakarta seharusnya harus sudah bisa mengambil kebijakan dalam membatasi
pembangunan Pusat perbelanjaan di kota yogyakarta yang semakin
meningkat (Pasar Modern) seperti Alfamart, Minimarket, Indomart dan lain
sebagainya. Hal ini otomatis mengancam
kelangsungan keberadaan pasar tradisional
artinya secara umum terdesaknya pedagang pasar
tradisional atau pebisnis retail lokal, di antaranya dalam bentuk menurunya
omset penjualan. Salah satu penelitan yang dilakukan di daerah Yogyakarta
menemukan, penurunan rata-rata sebesar 5,9%, di mana penurunan yang lebih besar
dialami oleh kelompok pedagang dengan aset antara Rp 5-15 juta, Rp 15-25 juta,
dan di atas Rp 25 juta, yang masing-masing mengalami penurunan sebesar –14,6%,
–11%, dan – 20,5%. Berdasarkan kewilayahan, penurunan omset tertinggi dialami
oleh pedagang di kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman, masing-masing sebesar –
25,5% dan – 22,9%.. Mencermati kondisi yang tidak seimbang
ini, pasar modern tidak seharusnya dibiarkan bersaing secara bebas dengan pasar
tradisional. Karena hal ini justu bisa bermura pada praktek monopoli dan
oligopoli. Untuk itu diperhatian serta
kebijakan dari pemerintah untuk pembenahan atau revitalisasi pasar tradisional
agar bisa terus hidup dan berkembang jika tidak maka pasar tradisional ini akan siap-siap untuk gulung tikar dan akan
juga mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi kota yogya.
3.Growth city merupakan Kota yang menjaga
pertumbuhan ekonomi & kesejateraan Masyarakat )
Pemkot Yogyakarta dalam Mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui
kegiatan pariwisata. Upaya-upaya tersebut antara lain dalam bentuk penciptaan
ikon wisata baru seperti pengambangan berbagai kampung wisata, pembenahan
sarana dan prasarana serta ikon publik seperti renovasi area tugu Yogyakarta,
serta upaya menjaga kebersihan serta keindahan kota dalam bentuk tamanisasi
serta penanaman pohon di berbagai lokasi di kota yogyakarta.
Gagasan wisata berbasis sungai untuk menambah jumlah tempat tujuan wisata di wilayahnya. fokus pengembangan wisata sungai juga difokuskan di bantaran Sungai Code. Di antara kampung wisata yang berada di sekitar sungai itu adalah Cokrodiningratan dan Brontokusuman. Adapun 5 Kampung Wisata di Yogyakarta Tingkatkan Daya Tarik Wisata yang akan dikembangkan antara lain Kampung Dipowinatan, Cokrodiningratan, Tahunan, Kadipaten, dan Purbayan. Kelimanya memiliki keunggulan yang berbeda. Dipowinatan, misalnya, memimliki wisata urban, sedangkan Cokrodiningratan memiliki wisata lingkungan. Setiap kampung sudah mendapatkan dana pusat sebesar Rp 65 juta untuk pengembangan. Status kampung wisata dapat meningkatkan perekonomian warga sehingga beberapa daerah di Yogyakarta tengah mengajukan diri menjadi kampung wisata. Pemerintah akan terus melakukan peninjauan secara intensif untuk mengkaji pengajuan.
Gagasan wisata berbasis sungai untuk menambah jumlah tempat tujuan wisata di wilayahnya. fokus pengembangan wisata sungai juga difokuskan di bantaran Sungai Code. Di antara kampung wisata yang berada di sekitar sungai itu adalah Cokrodiningratan dan Brontokusuman. Adapun 5 Kampung Wisata di Yogyakarta Tingkatkan Daya Tarik Wisata yang akan dikembangkan antara lain Kampung Dipowinatan, Cokrodiningratan, Tahunan, Kadipaten, dan Purbayan. Kelimanya memiliki keunggulan yang berbeda. Dipowinatan, misalnya, memimliki wisata urban, sedangkan Cokrodiningratan memiliki wisata lingkungan. Setiap kampung sudah mendapatkan dana pusat sebesar Rp 65 juta untuk pengembangan. Status kampung wisata dapat meningkatkan perekonomian warga sehingga beberapa daerah di Yogyakarta tengah mengajukan diri menjadi kampung wisata. Pemerintah akan terus melakukan peninjauan secara intensif untuk mengkaji pengajuan.
4. Population city merupakan kota yang mampu
mengendalikan populasi penduduk perkotaan demi menekan angka pengangguran dan
kemiskinan.
Di Dusun
Warak, Desa
Girisekar, Kecamatan
Panggang, Yogyakarta
seperti yang terlihat digambar diatas yaitu keluarga miskin yang punya
banyak anak dan mereka adalah bagian dari kesekian banyak orang-orang
yang tidak mampu dengan Jumlah warga miskin di
Kota Yogyakarta semakin meningkat, Hal ini bisa diketahui
dari penerima kartu menuju sejahtera (KMS) tahun ini yang lebih tinggi dari
tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2011 jumlah penerima KMS sebesar 17.018 KK
atau 54.530 jiwa, maka Berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Yogyakarta Nomor
451/KEP/2012 tertanggal 28 Desember 2012 tentang penetapan data penduduk dan
keluarga sasaran jaminan perlindungan sosial dinyatakan, jumlah penerima
mencapai 21.299 kepala keluarga (KK) atau sebanyak 68.188 jiwa. Jadi pemerintah sudah seharusnya segera untuk mencari
solusi demi menciptakan kota yang mampu mensejahterakan warganya.
5. Urban
Cultural Identity adalah Kota dengan
identitas kultural yang terpelihara à memelihara diversitas.
Kota yogyakarta dengan identitas
kultural yang terpelihara diversitas. Kota yang selalu memberikan suasana khas
tarian budayanya jadi tak heran jika
Selain diistilahkan sebagai Kota budaya
dan pendidikan karena Yogya memiliki banyak
seni budaya yang lahir dari tradisi kehidupan masyarakatnya. Disisi
lain keberadaan Keraton pun mempengaruhi ragam kebudayaan yang ada di kota ini.
salah satu seni yang lahir dari seni karya Keraton adalah Tarian Bedhaya Sang
Amurwabhumi. Tarian ini merupakan salah satu jenis Tari Klasik Gaya Yogyakarta
yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X. Karya
tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada swargi
(almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana IX), yang mempunyai konsep filosofis setia
kepada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik dan sosial. Sedangkna Kethoprak (dalam bahasa Jawa kethoprak) atau sering disebut
Ketoprak, adalah sebuah seni pentas yang merupakan seni budaya
Indonesia yang berasal dari daerah Jawa. Dalam pertunjukan kethoprak, sandiwara
yang dimainkan diselingi dengan lagu-lagu Jawa dengan menggunakan alat musik
tradisional gamelan. Tema yang dimainkan dalam kesenian ini mengangkat
cerita-cerita tertentu, biasanya kisah legenda atau sejarah-sejarah Jawa.
Kesenian ini telah mendarah-daging di tengah-tengah kehidupan masyarakat,
terutama masyarakat Jawa. Arus modernisasi dan globalisasi membuat Ketoprak
sedikit demi sedikit terpinggirkan dan dilupakan oleh generasi muda. Walaupun
tinggal hanya segelintir orang saja yang
masih peduli dengan kelestarian budaya asli Jawa ini.
6.
Human
City adalah Kota yang berwawasan humanisà menjamin hak
individu.
Mengelola Kota Yogyakarta yang
sejahtera, berwajah lebih humanis dan bersahabat, dimana perilaku warga saling
menghargai, didukung tata kota yang baik dan terarah hingga membuat warganya
hidup nyaman akan tercapai dengan menerapkan konsep pembangunan yang peduli
terhadap rakyat kecil dan tidak melupakan unsur-unsur lokal. Kota Yogyakarta yang
multikultur adalah gambaran miniatur Indonesia seutuhnya. Disinilah seluruh
warga kota Yogyakarta dengan berbagai latar belakang dapat hidup rukun, damai,
tanpa membeda-bedakan suku, agama, maupun status sosialnya. Yogyakarta menjadi
kawah candradimuka bagai pemimpin-peminpin bangsa, disini mereka belajar
mengasah ilmu dan tumbuh manusia kualitas terbaik. Yogyakarta bukan hanya
dikenal sebagai kota pendidikan, namun lebih karena semangat juang dan
kesadaran kebudayaan yang begitu kental.
Kota Yogyakarta
2012– 2016 akan dibawa untuk menuju “Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai
Kota Pendidikan Berkualitas, Berkarakter, dan Inklusif; Pariwisata
Berbasis Budaya; dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan dan
Ekonomi Kerakyatan”. Spirit dasar untuk menggerakkannya adalah “Gotong Royong
memenangkan hati rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kota Yogyakarta
yang berdasar Pancasila”. Hal itu mampu
menggambarkan keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah pembangunan
yang tidak digerakkan oleh motif ekonomi semata yang sering terjebak pada
pertumbuhan tanpa keadilan namun lebih mencerminkan watak pembangunan yang
digerakkan oleh kekuatan ekonomi rakyat, dan bertumpu pada nilai-nilai kearifan
lokal.
7. Green
City (Kota Hijau)
Sesuai dengan program pelestarian lingkungan
dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Kota Yogyakarta tahun ini menarget
penambahan dua ruang terbuka hijau (RTH). Sesuai perencanaan program, RTH
diselenggarakan di dua wilayah kelurahan yakni Kelurahan Klitren, Kecamatan
Gondokusuman dan Kelurahan Purwokinanti, Kecamatan Pakualaman. Pengadaan RTH
di wilayah Kota Jogja sudah direncanakan Pemkot dengan penganggaran khusus.
Lahan untuk RTH diupayakan mampu menjadi ruang yang dipergunakan warga setempat
untuk berkegiatan sekaligus penyelenggaraan pelestarian lingkungan. Dua Ruang Terbuka Hijau di Klitren dan Purwokinanti
itu akan
menambah jumlah RTH yang sudah ada di Kota Yogyakarta. Dari 45 kelurahan yang
ada, Pemkot telah mengupayakan pemanfaatan di 29 RTH di 29 kelurahan.
8. Security City (Kota yang menjamin keamanan bagi warganya)
Keamanan dan Ketentram
Masyarakat adalah Tugas Pemkot
yogyakarta untuk meningkatkan kebersamaan dalam membangun masyarakat
guna meningkatkan kesejahteraannya. Maka Yogyakarta dan Jawa Tengah
telah bersepakat untuk selalu berkoordinasi dalam meningkatkan menjaga
keamanan, ketentraman,ketertiban lingkungan masyarakat, supaya masyarakat dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari bisa nyaman
dan damai.,
PemKot Yoyakarta juga akan
meningkatkan kinerja agar bisa bersama-sama masyarakat dalam membangun Kota
Yogyakarta, guna meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Yogyakarta. Ditambahkan
Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam pertemuan di Semarang antara Gubernur DIY
dengan Gubernur Jateng, besar harapan
Gubernur DIY mengajak seluruh
stakehlders para
kepala Daerah mulai walikota,Bupati, camat, lurah, harus ikut bersama-sama
menjaga keamanan
lingkungan.
9. Healthy City adalah kota yang menjamin kesehatan warganya. Sebagai kota yang menjamin kesehetan warganya. Penduduk Kota Yogyakarta yang belum memiliki jaminan kesehatan apapun cukup dengan membawa identitas Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga Kota Yogyakarta maka akan dilayani di Jamkesda Kota Yogyakara. Pemkot Yogyakarta sampai dengan awal tahun 2013 ini telah melayani hampir 100 % warganya dalam urusan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Daerah Kota Yogyakarta. Menurut masyarakat kota yogyakarta sangat senang dalam menyambut kebijakan pemerintah ini sehingga tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal jika harus berobat dan sangat membantu masyarakat khususnya masyarakat miskin yang selama ini tidak bisa merasakan fasilitas kesehatan yang layak. Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan kepastian dalam hal pemenuhan pelayanan dasar, yaitu; pelayanan kesehatan. Jaminan ini juga untuk menghindari adanya korban jiwa karena tidak mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Untuk jaminan sendiri memang ada tiga jenis yaitu; jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), jaminan kesehatan sosial (jamkesos) dan jaminan kesehatan daerah (jamkeda) sehingga dengan adanya jaminan ini rumah sakit yang ada di Jogja, wajib memberika pelayanan kesehatan secara intensif. Seperti biaya rawat nginap warga di kelas II dari Jamkesda 75 % dan bagi orang miskin ditambah 25 % dari Jamkesos, sehingga total biaya 100 % akan ditanggungg Pemerintah.
9. Healthy City adalah kota yang menjamin kesehatan warganya. Sebagai kota yang menjamin kesehetan warganya. Penduduk Kota Yogyakarta yang belum memiliki jaminan kesehatan apapun cukup dengan membawa identitas Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga Kota Yogyakarta maka akan dilayani di Jamkesda Kota Yogyakara. Pemkot Yogyakarta sampai dengan awal tahun 2013 ini telah melayani hampir 100 % warganya dalam urusan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Daerah Kota Yogyakarta. Menurut masyarakat kota yogyakarta sangat senang dalam menyambut kebijakan pemerintah ini sehingga tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal jika harus berobat dan sangat membantu masyarakat khususnya masyarakat miskin yang selama ini tidak bisa merasakan fasilitas kesehatan yang layak. Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan kepastian dalam hal pemenuhan pelayanan dasar, yaitu; pelayanan kesehatan. Jaminan ini juga untuk menghindari adanya korban jiwa karena tidak mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Untuk jaminan sendiri memang ada tiga jenis yaitu; jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), jaminan kesehatan sosial (jamkesos) dan jaminan kesehatan daerah (jamkeda) sehingga dengan adanya jaminan ini rumah sakit yang ada di Jogja, wajib memberika pelayanan kesehatan secara intensif. Seperti biaya rawat nginap warga di kelas II dari Jamkesda 75 % dan bagi orang miskin ditambah 25 % dari Jamkesos, sehingga total biaya 100 % akan ditanggungg Pemerintah.
10.
Justice
City (Kota yang
berwawasan keadilan)
Sebagai
bentuk komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta menuju pembangunan yang berwawasan
kemitra sejajaran dalam upaya menuju kesetaraan dan keadilan gender dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemkot Yogyakarta, meresmikan keberadaan Mitra
Keluarga Moro Asih di Kelurahan Panembahan, KecamatanKraton, Kota Yogyakarta. Mitra keluaerga inilah
yang mendampingi warga masyarakat dalam mencari solusi atas permasalahannya
melalui konsultasi pemberian nasehat, jalankeluar dan rujukan, baik dalam
bidang kesehatan, pendidikan, kejiwaan(psikologi), sosial, hukum dan ekonomi
keluarga. Untuk itu kehadiran Mitra Keluarga Moro
Asih ini diharapkan masyarakat akan mampu : memahamimasalah kekerasan di
lingkungannya, mengidentifikasi korban kekerasan, memiliki kewaspadaan dan
antisipasi akan adanya kekerasan, dan mampumendampingi korban dan melakukan
upaya penyelesaian masalah kekerasanbaik melalui konseling maupun proses rujukan
ke penyedia layanan lain. Keistimewaan Mitra Keluarga Moro
Asih adalah adanya divisi khusus, yaitu divisi penanganan kasus
kekerasan berbasis gender yang terjadi di wilayah Kelurahan Panembahan
dan sekitarnya. Makna dari nama Moro Asih adalahbahwa setiap korban yang datang
kepada pengurus dan pengelola Mitra Keluarga akan diterima dengan penuh
kasih sayang dan dilindungi agarterbebas dari kekerasan yang mengancam
kehidupan.