PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN
PROGRAM KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK (e-KTP)
(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kec. Prambanan Kab. Sleman D.I.Yogyakarta)
PROGRAM KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK (e-KTP)
(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kec. Prambanan Kab. Sleman D.I.Yogyakarta)
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kartu
Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang
diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki bagi Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap
(ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin.
Anak dari orang tua WNA yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga
wajib memilki KTP. KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal
berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan.
KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa Izin Tinggal Tetap. Khusus warga yang
telah berusia 60 tahun dan ke atas, mendapat KTP seumur hidup yang tidak
perlu diperpanjang setiap lima tahun sekali. (http://id.wiki/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk,diambil tanggal 08 Desember 2012 pukul 06.00).
Program e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan
KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat
memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu
yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia.
Fakta tersebut memberi
peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan
manggandakan KTP-nya. Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan
pemerintahan elektronik (e-Government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi yaitu
Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.
e-KTP merupakan hal yang baru bagi penduduk Indonesia,
meskipun pelaksanaaan secara konvensional telah berlangsung sejak lama.
Kebijakan yang baru tentu harus disebar
luaskan secara efektif, agar
mendapat respon yang baik dari masyarakat. Media massa memang berperan dalam
penyebarluasan informasi e-KTP ini, namun tentu saja dalam konten yang sangat
terbatas, karena perlu disadari bahwa orientasi komersial media massa akan
lebih di depan dari pada kepentingan pemahaman masyarakat terhadap e-KTP.
Oleh karena itu, tentu saja informasi yang diberitakan adalah e-KTP dalam
format informasi yang lebih bersifat umum, tidak sampai yang bersifat teknis
yang perlu dipahami masyarakat dalam pelaksanaan program e-KTP.Kepentingan
utama adalah pada pihak Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai unsur
pendukungnya.
Pemahaman masyarakat sampai ke tingkatan yang paling bawah belum
sepenuhnya mengetahui esensi dari pendataan tersebut, pemahaman sementara
masyarakat yang sempat penulis ketahui berdasarkan wawancara dengan masyarakat
bahwa pendataan tersebut hanya sekedar proses adminitrasi saja atau sekedar bisa
tercatat sebagai warga Negara Indonesia dan selain itu hasil dari e-KTP itu
membutuhkan waktu yang cukup lama baru bisa diterima oleh masyarakat.
Esensi dari e-KTP merupakan salah satu bentuk
identitas yang terprogram secara online
dan sangat membantu untuk proses pengungkapan suatu tindak
kejahatan, dengan mendapat petunjuk
secara online melalui registrasi nomor identitas kependudukan (NIK), di mana
pertama ada kode kabupaten/kota, tanggal
lahir dan nomor aslinya. Jika kita masukkan nomor tersebut tentu dapat mempermudah untuk melacak
seseorang yang berkaitan langsung aktivitas kejahatan, terutama saat ini sering
terjadinya berbagai jaringan, seperti trans national crime (jaringan kejahatan
nasional) . Maka dengan adanya e-KTP itu dapat membantu dalam mengungkapkan suatu kasus.
Penting e-KTP yang saat ini
sedang diprogram pemerintah, dengan tujuan untuk mengakuratkan data statistik
kependudukan sehingga tidak terkesan
adanya kepemilikan identitas ganda. Kedua, dapat membantu warga dalam berbagai
urusan yang lain, dan hal ini tentu
banyak manfaatnya.
Pemerintah Kabupaten
Sleman, sebagai salah satu
Pemerintah Daerah yang telah melaksanakan Sistem Administrasi Kependudukan
(SIAK) dengan memberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang bersifat
nasional, mendapatkan giliran pelaksanaan e-KTP pada Tahun 2011, telah
mengambil dan melaksanakan langkah-langkah kebijakan yang mendukung
keberhasilan pelaksanaan e-KTP. Kecamatan Prambanan sebagai salah satu
kecamatan di Kabupaten Sleman yang mempunyai beberapa obyek wisata
dengan tingkat kunjungan
yang cukup ramai sehingga membuat penduduk sekitar masih banyak yang belum
melakukan e-KTP
dikarenakan kesibukan mereka mencari nafkah setiap harinya. Pelaksanaan e-KTP di
kecamatan Prambanan sampai dengan akhir Maret 2012 sudah mencapai 82,97 % dari
jumlah wajib e-ktp 38.032 orang atau sudah
terealisir sejumlah 31.586 orang. Aparatur pemerintah kecamatan Prambanan menjelaskan
bahwa secara umum pelaksanaan rekam data e-KTP sudah berjalan dengan lancar.
Akan tetapi, dia mengakui
jika pelaksanaannya kurang maksimal karena tidak semua warga bersedia datang ke
kantor kecamatan untuk melakukan proses rekam data, khususnya para manula.
Sosialisasi program e-KTP
sudah diselenggarakan di masing-masing desa. Sebagian warga menyambut antusias
dengan datang sendiri ke kantor kecamatan. Namun begitu, tidak semua warga
bersedia mengantarkan kalangan manula untuk melakukan rekam data e-KTP.
Hal itu diperparah dengan
rendahnya tingkat ketertarikan manula untuk memiliki e-KTP.
Keadaan tersebut disebabkan
karena belum adanya pengalaman tentang e-KTP, dan belum mengertinya masyarakat
dalam menafsirkan informasi terkait dengan pentingnya e-KTP yang disampaikan
oleh pemerintah setempat, dimana pengalaman dan kesalahan penafsiran informasi
itu seringkali disebut dengan istilah persepsi.
Disamping itu salah satu hal
lain yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap e-KTP adalah
distribusi e-KTP di Kecamatan Prambanan
yang hingga saat ini masih belum terlaksana seluruhnya. Alat identifikasi yang
belum sampai dari Dirjen Dukcapil menjadi penyebab belum bisa dibagikannya
e-KTP ini kepada warga. Setiap warga yang ingin mengambil e-KTP ini harus diperiksa terlebih dahulu oleh alat
identifikasi ini
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
“Persepsi
Masyarakat Terhadap
Pelaksanaan Program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”.
A.
Perumusan
Masalah
Dari latar belakang yang sudah ada maka rumusan
maslaah yang terbentu adalah : Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Kartu
Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta ?
B.
Tujuan
Penelitian
Untuk mengetahui
Gambaran Presepsi Masyarakat
Dalam Memahami Pelaksanaan
Program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)Kecamatan Prambanan.
C.
Manfaat
Penelitian
1.
Bagi
Instansi Pemerintahan Kecamatan Prambanan
Dapat dijadikan sebagai wacana terkait dengan persepsi
masyarakat terhadap pelaksanaan program e-KTP di Kecamatan Prambanan serta
perbaikan sosialisasi pemerintah sendiri tentang esensi e-KTP kepada
masyarakat.
2.
Bagi
Masyarakat Kecamatan Prambanan
Sebagai
tambahan pengetahuan mengenai e-KTP dan bagaimana pelaksanaan programnya.
3.
Bagi
Akademik APMD
Dapat
dijadikan sebagai tambahan pustaka mengenai e-KTP dan persepsi masyarakat dalam
pelaksanaan e-KTP.
4.
Bagi
Peneliti Sendiri
Sebagai
pembanding antara teori dan kenyataan di lapangan serta sebagai instrument
untuk bisa menerapkan ilmu yang dimiliki ke masyarakat.
D.
Kerangka
Teori
1.
Teori
Persepsi
a.
Pengertian
Persepsi
Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998:17), adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi didapatkan dari simpulan informasi dan
tafsiran pesan yang disampaikan orang lain mengenai suatu obyek.
Menurut Ruch (1967:35), persepsi adalah suatu proses
tentang petunjuk – petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau
yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur
dan bermakna padasuatu situasi tertentu.
Persepsi datang secara tidak sadar melalui sensor
pancaindera manusia sehingga didapatkan gambaran yang benar-benar sesuai dengan
situasi yang ada.
Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991:11)mengemukakan
bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan
mengorganisasikan pola
stimulus dalam lingkungan.
Persepsi lebih diarahkan ke rangsangan yang terjadi
pada lingkungan yang kemudian akan ditafsirkan oleh komponen lingkungan
tersebut yaitu manusia.
Gibson dan Donely (1994:21) menjelaskan bahwa persepsi
adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan
oleh seorang individu. Dalam
hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau
mengenali obyek dan kejadian
obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358)
Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan
pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi
kapan saja stimulus menggerakkan indera
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya
respon terhadap stimulus.(Atkinson dan Hilgard, 1991:36).
Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek,
stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi
makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi
Persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs),
pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus
yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk
sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain
sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986: 54).
Dalam hal ini persepsi merupakan suatu input yang
kemudian akan dilakukan proses pengorganisasian dan akan menghasilkan suatu
output berupa penerjamahan stimulus yang ada yang ditujukan untuk mempengaruhi
perilaku seseorang.
b.
Ciri-ciri
Karakteristik Persepsi
Irwanto
(Umi Amalia, 2003:19) mengemukakan ciri-ciri umum persepsi adalah sebagai
berikut ;
1)
Rangsangan-rangsangan
yang diterima harus sesuai dengan moralitas tiap-tiap indera, yaitu sensoris
dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan, bau untuk penciuman,
suhu bagi perasa, bunyi bagi pendengaran, sifat permukaan bagi peraba dan
sebagainya).
2)
Dunia
persepsi mempunyai dimensi ruang (sifat ruang), kita dapat menyatakan
atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, depan-belakang, dan lain sebagainya.
3)
Dimensi
persepsi mempunyai dimensi waktu seperti cepat-lambat, tua-muda, dan lain
sebagainnya.
4)
Objek-objek
atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu
dengan konteksnya. Struktur dan kontek ini merupakan keseluruhan yang menyatu,
contohnya kita melihat meja tidak berdiri sendiri tetapi diruang tertentu,
posisi atau letak tertentu.
5)
Dunia
persepsi adalah dunia penuh arti, kita cenderung melakukan pengamatan atau
persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada
hubungannya (dengan tujuan yang ada pada diri kita).
Dari keenam ciri
ditas, ciri persepsi berawal dari sebuah stimulus yang berada pada waktu
tertentu dan ruang tertentu dengan gejala-gejala yang bisa diamati pada suatu
obyek yang mempunyai arti.
Irvin T. Rock (Muchtar, T. W. 2007: 14-15)
menjelaskan, karakteristik seseorang terhadap suatu objek meliputi :
1)
Proses
mental yang berfikir, yang menimbang hal-hal yang dianggap paling baik dari
beberapa macam pilihan.
2)
Perseptor
dalam mempersiapkan sesuatu tidak terlepas dari latar belakang perseptor.
3)
Persepsi
dapat dijadikan dasar bagi seseorang untuk menseleksi dan mengambil tindakan.
4)
Secara
umum dalam mempersepsikan sesuatu, seseorang harus dibekali pengetahuan, panca
indera, dan kesadaran lingkungan.
Persepsi mempunyai dimensi ruang dan waktu dengan
struktur yang menyatu dengan konteksnya. Pengalaman indera individu akan sangat
tergantung kepada intensitas dan sifat-sifat rangsang yang diterimanya. Luas
sempitnya individu dalam mempersepsikan sesuatu akan dipengaruhi oleh latar
belakang individu.
c.
Pembentukan
Persepsi dan Faktor-Faktor yang Menpengaruhi
Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi
(dalam Yusuf, 1991:29) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan
adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi
seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga
berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada
saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian
pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses
closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu
kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika
yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut
secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984:27) pada fase interpretasi ini,
pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting.
Pembentukan persepsi berawal dari penafsiran hasil
pengamatan yang berlanjut ke penyeleksian hasil pengamatan untuk mendapatkan hasil stimuli
terbaik dan berakhir dengan penyajian hasil penafsiran untuk membentuk
perilaku.
d.
Faktor
– Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja,
melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersifat internal maupun
yang bersifat eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berkenaan dengan
keberadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor eksternal adalah faktor
pengaruh yang diakibatkan oleh keberadaan rangsangan tersebut.
Jalaludin
Rakhmat (1999:12) dengan rinci mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut :
1)
Faktor
yang bersifat fungsional, diantaranya pengetahuan, pengalaman, motivasi,
perhatian, emosi dan suasana hati.
2)
Faktor
yang bersifat struktural diantaranya intensitas rangsangan, ukuran rangsangan,
perubahan rangsangan dan pertentangan rangsangan.
3)
Faktor
kulturan atau kebudayaan yaitu norma-norma yang dianut oleh individu.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Sarlito Wirawan (1984:44)
yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang
adalah sebagai berikut :
1)
Kuat
lemahnya rangsangan, yang ditemukan oleh kejelasan, pengulangan gerak, ukuran
dan bentuk rangsangan. Makin kuat rangsangan, makin kuat pula kerja indera.
2)
Cara
kerja alat indera menentukan cepat tepatnya dan lancarnya proses terjadinnya
persepsi.
3)
Kadar
intensitas kebutuhan, besarnya perhatian, kebutuhan dan kesiapan yang dimiliki
individu menyebabkan terjadinya persepsi.
4)
Pengalaman
individu tentang stimulus atau rangsangan yang bersangkutan.
Persepsi dipengaruhi oleh faktor rangsangan yang
datang dari objek maupun peristiwa, dan faktor individu yang bersangkutan
dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dapat diasumsikan dari persepsi ini
bahwa individu akan menyimpulkan pendapat dan kesan berupa senang atau tidak
senangnya, baik ataupun buruk dan adanya kesiapan untuk menerima ataupun
menolak rangsangan yang diterimanya. Ketika stimuli atau rangsangan yang datang
dari suatu objek perlu diseleksi atau dievaluasi agar tidak terjadi kesalahan persepsi. Oleh
karena itu, persepsi merupakan dinamika yang terjadi dalam diri seseorang pada
saat ia menerima stimulus dari lingkungan dengan melibatkan indra, emosional,
serta aspek kepribadian lainnya. Dalam proses persepsi itu, individu akan
mengadakan penyeleksian, apakah stimulus individu berguna atau tidak baginya,
serta menentukan apa yang terbaik untuk dikerjakannnya.
Sedangkan faktor-faktor penyebab kesalahan dalam
persepsi adalah sebagai berikut :
1)
Informasi
yang kurang cukup, faktor ini merupakan penyebab utama dalam kesalahan
menafsirkan pesan.
2)
Stereotype, yaitu merupakan gambaran atau tanggapan tertentu
mengenai sifat-sifat objek yang dikelompokan pada konsep-konsep tertentu.
3)
Kesalahan
dalam logika, kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita mempunyai
pandangan umum terhadap suatu objek. Misalnya apabila seseorang memperlihatkan
sifst-sifat serius, tidak pernah humor, kemudiankita beranggapan bahwa orang
tersebut bersifat angkuh, maka hal ini akan menjadi penyebab kesalahan
persepsi.
4)
Hallo
effect dan devil
effect, dalam hal ini orang beranggapan bahwa jika suatu objek atau
seseorang berbuat sesuatu, maka selanjutnya orang tersebut akan menambahkan
dengan ciri-ciri tertentu pula.
Dari keseluruhan
teori persepsi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi secara umum
merupakan suatu input yang kemudian akan dilakukan proses pengorganisasian dan
akan menghasilkan suatu output berupa penerjamahan stimulus yang ada yang
ditujukan untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Dunia
persepsi mempunyai dimensi ruang dan waktu dengan struktur yang menyatu dengan
konteksnya. Pengalaman indera individu akan sangat tergantung kepada intensitas
dan sifat-sifat rangsang yang diterimanya. Luas sempitnya individu dalam
mempersepsikan sesuatu akan dipengaruhi oleh latar belakang individu.
Pembentukan
persepsi berawal dari penafsiran hasil pengamatan yang berlanjut ke penyeleksin
hasil pengamatan untuk mendapatkan hasil stimuli terbaik dan berakhir dengan
penyajian hasil penafsiran untuk membentuk perilaku. persepsi
dipengaruhi oleh faktor rangsangan yang datang dari objek maupun peristiwa, dan
faktor individu yang bersangkutan dengan karakteristiknya. Oleh karena itu,
dapat diasumsikan dari persepsi ini bahwa individu akan menyimpulkan pendapat
dan kesan berupa senang atau tidak senangnya, baik ataupun buruk dan adanya
kesiapan untuk menerima ataupun menolak rangsangan yang diterimanya. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang
persepsi tersebut
di atas ,maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi masyarakat adalah
pandangan atau penilaian masyarakat tentang lingkungan atau orang lain melalui
penglihatan ,pendengaran ,dan perasaannya yang dapat mempengaruhi tingkah lakunya dalam hidup bermasyarakat.
Indikator yang digunakan dalam pengukuran persepsi
masyarakat terhadap pelaksanaan program e-KTP terdiri dari indikat:
1)
Pengalaman
masyarakat terhadap pelaksanaan program
e-KTP
2)
Pengetahuan
masyarakat tentang program e-KTP
3)
Penilaian
atau evaluasi masyarakat tentang program e-KTP.
2.
Administrasi
Kependudukan
Pada dasarnya sistem administrasi kependudukan
merupakan subsistem dari sistem Administrasi Negara, yang mempunyai
peranan penting dalam pemerintahan dan pembangunan penyelenggaraan
administrasi kependudukan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 1,
disebutkan bahwa :
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan
informasi administrasi
kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Dengan demikian, administrasi kependudukan merupakan
hal yang sangat penting untuk dilaksanakan mulai dari satuan
pemerintah terkecil seperti desa dan kelurahan hingga pada skala nasional. Pengelolaan
administrasi kependudukan memiliki fungsi strategis sebagai dukungan informasi
tetang kependudukan bagi pembuatan kebijakan dalam rangka pelayanan publik
serta kepentingan warga untuk mengakses informasi hasil administrasi
kependudukan tersebut.
Administrasi Kependudukan menjadi semakin penting
karena selalu bersentuhan dengan setiap aktivitas kehidupan di Indonesia di
antaranya adalah saat Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, Pemilu Kepala Daerah,
mengurus surat-surat kendaraan, mengurus surat-surat tanah, dan lain
sebagainya. Apabila kita akan berdomisili pada suatu wilayah maka kita harus
memiliki tanda domisili yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Maka Administrasi Kependudukan haruslah
diselenggarakan dengan baik. Didalam penjelasan atas Undang-Undang No. 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan, menjelaskan bahwa :
Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem
diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan
Administrasi Negera. Dari segi kepentingan penduduk, Administrasi Kependudukan
memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik serta
perlindungan yang berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan
yang diskriminatif (Penjelasan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006).
Dalam penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan
Dimana yang berperanan penting dan yang berkewajiban menyelenggarakan urusan
Administrasi Kependudukan adalah Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Peranan pemerintah adalah untuk memastikan bahwa interplay kepentingan
pribadi bagi setiap individu bisa dijalankan secara bebas dan terbuka (Miftha
Thoha, 2008 : 85).
Mengenai peranan dari Pemeritah, Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur didalam Pasal 5 Undang-Undang
No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu :
Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab
menyelenggarakan Administrasi Kependudukan secara nasional, yang dilakukan oleh
Menteri dengan kewenangan meliputi :
a. Koordinasi
antar instansi dalam urusan Administrasi Kependudukan Penetapan
sistem, pedoman, dan standar pelaksanaan Administrasi Kependudukan, sosialisasi Administrasi Kependudukan;
c.
Pemberian
bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan Administrasi
Kependudukan
d.
Pengelolaan
dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional; dan
e.
Pencetakan,
penerbitan, dan distribusi blangko Dokumen Kependudukan.
Sedangkan untuk Pemerintahan Provinsi diatur didalam
Pasal 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu
:
Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab
menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur
dengan kewenangan meliputi:
a.
Koordinasi
b.
Pemberian
bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil;
c.
Pembinaan
dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
d.
Pengelolaan
dan penyajian Data Kependudukan berskala provinsi; dan
e.
Koordinasi
pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
Dan didalam
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan menegaskan tentang kewajiban dari pada Pemerintah kabupaten/kota :
Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban dan bertanggung
jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh
bupati/walikota dengan kewenangan meliputi:
a.
Koordinasi
penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b.
Pembentukan
Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi
Kependudukan;
c. Pengaturan
teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
d.
Pembinaan
dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
e.
Pelaksanaan
kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan;
f.
Penugasan
kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan
berdasarkan asas tugas pembantuan;
g.
Pengelolaan
dan penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota; dan
h.
Koordinasi
pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
Didalam
pelaksanaan urusan Administrasi Kependudukan ditingkat Kabupaten/Kota,
dilaksanakan oleh Instansi Pelaksana. Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah
No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan menegaskan bahwa dalam menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan
di kabupaten/kota, dibentuk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai
Instansi Pelaksana yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi
Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi:
a.
Mendaftar
Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
b.
Memberikan
pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap Penduduk atas pelaporan
Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
c.
Menerbitkan
Dokumen Kependudukan;
d.
Mendokumentasikan
hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
e.
Menjamin kerahasiaan dan
keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan melakukan
verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam
pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang No. 23Tahun 2006).
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Instansi
Pelaksana dibantu oleh Kecamatan, Kelurahan, Ketua RT/RW. Sedangkan Kewenangan
Instansi Pelaksana dalam urusan Administrasi Kependudukan diatur dalam Pasal 9
ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
yaitu :
Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi
Kependudukan dengan kewenangan yang meliputi:
a.
Memperoleh
keterangan dan data yang benar tentang Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa
Penting yang dilaporkan Penduduk;
b.
Memperoleh
data mengenai Peristiwa Penting yang dialami Penduduk atas dasar putusan atau
penetapan pengadilan;
c.
Memberikan
keterangan atas laporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting untuk
kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada lembaga peradilan;
dan
d.
Mengelola
data dan mendayagunakan informasi hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil untuk kepentingan pembangunan.
Sebagaimana telah diuraikan diatas mengenai
Penyelenggaraan urusan Administrasi
Kependudukan menjadi tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten, dimana dalam
pelaksanaannya diawali dari desa selaku ujung tombak Pendaftaran Penduduk,
hingga setiap penduduk terdaftar secara administrasi sebagai warga negara
Indonesia dan sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan. Dalam pelayanan tersebut perlu dilakukan dengan
benar dan cepat agar penduduk merasa dapat pelayanan yang memuaskan, karena
Administrasi Kependudukan juga menyangkut tentang Pelayanan Publik.
Dalam prakteknya jenis adminstrasi kependudukan ada
lima, yaitu sebagai berikut :
a.
Kartu
tanda Penduduk (KTP)
KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri
yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki bagi Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap
(ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin.
Anak dari orang tua WNA yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga
wajib memilki KTP. KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal
berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan.
KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa Izin Tinggal Tetap. Khusus warga yang
telah berusia 60 tahun dan ke atas, mendapat KTP seumur hidup yang tidak perlu
diperpanjang setiap lima tahun sekali.
b.
Data
Induk Penduduk
Merupakan dokumen administrasi kependudukan yang
berisi tentang urutan penduduk beserta nomor identitas atau nomor induk yang
melekat pada masing-masing penduduk.
c.
Dokumen
Mutasi Penduduk
Merupakan dokumen pencatatan pemindahan penduduk dari
satu wilayah ke wilayah lainnya yang memaksa penduduk tersebut untuk berganti
kartu identitas.
d.
Data
Rekapitulasi jumlah Penduduk Akhir Bulan
Dokumen yang digunakan untuk merekap keseluruhan
jumlah penduduk pada akhir bulan baik penduduk tetap, mutasi maupunpenduduk
baru.
e.
Data
Penduduk Sementara
Dokumen ini digunakan ketika beberapa penduduk berada
pada suatu wilayah untuk urusan dengan waktu tertentu dan tidak bermaksud untuk
melakukan pindah tempat secara permanen. (http://cipar-pari.blogspot.com/2010/10/model-bentuk-dan-tata-cara-pengisian.html, diambil tanggal 10 Januari jam 14.02)
3.
Electronic-KTP
(e-KTP)
Electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda Penduduk
(KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun
penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. (www.e-ktp.com, diambil tanggal 07 Desember 2012, jam 06.00) Program
e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan
Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama
dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 April 2012 yang mencakup 67 juta
penduduk di 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua
mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di
Indonesia. Secara keseluruhan, pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta
penduduk sudah memiliki e-KTP.
Secara sederhana, e-KTP berasal dari kata
electronic-KTP, atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau sering disingkat
e-KTP. Lebih rincinya, menurut situs resmi e-KTP, KTP elektronik adalah dokumen
kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi
administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data
kependudukan nasional.
e-KTP merupakan program resmi pemerintah, oleh sebab
itu dalam pelaksanaan e-KTP mempunyai Dasar hukum sebagai berikut :
a.
Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,
dijelaskan bahwa:
"penduduk
hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk
Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku
seumur hidup".
Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan
dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen
identitas lainnya.
b.
Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan, yang berbunyi :
1)
KTP
berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat
verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.
2)
Rekaman
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas
foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan
3) Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan
dalam basis data kependudukan
4)
Pengambilan
seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan : Untuk WNI,
dilakukan di kecamatan; dan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap
dilakukan di instansi pelaksana
5)
Rekaman
sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk
tangan kanan penduduk yang bersangkutan;
6) Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
7)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan
Menteri.
Secara
detail e-KTP mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1)
KTP
Sebagai identitas jati diri.
2)
Berlaku
nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin,
pembukaan rekening Bank, dan sebagainya.
3)
Mencegah
KTP ganda dan pemalsuan KTP.
4)
Terciptanya
keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
Struktur e-KTP terdiri dari sembilan layer yang akan
meningkatkan pengamanan dari KTP konvensional. Chip ditanam di antara plastik
putih dan transparan pada dua layer teratas. Chip ini memiliki antena
didalamnya yang akan mengeluarkan gelombang jika digesek. Gelombang inilah yang
akan dikenali oleh alat pendeteksi e-KTP sehingga dapat diketahui apakah KTP
tersebut berada di tangan orang yang benar atau tidak. Untuk menciptakan e-KTP dengan sembilan layer,
tahap pembuatannya cukup banyak, diantaranya:
1)
Hole
punching, yaitu
melubangi kartu sebagai tempat meletakkan chip
2)
Pick
and pressure, yaitu
menempatkan chip di kartu
3)
Implanter, yaitu pemasangan antenna (pola melingkar berulang
menyerupai spiral)
4)
Printing,yaitu pencetakan kartu
5)
Spot
welding, yaitu
pengepresan kartu dengan aliran listrik
6)
Laminating, yaitu penutupan kartu dengan plastik pengaman
e-KTP dilindungi dengan keamanan pencetakan seperti
relief text, microtext, filter image, invisible ink dan warna yang berpendar di
bawah sinar ultra violet serta anti copy design. Penyimpanan data di dalam chip
sesuai dengan standar internasional NISTIR 7123 dan Machine Readable Travel
Documents ICAO 9303 serta EU Passport Specification 2006. Bentuk KTP elektronik
sesuai dengan ISO 7810 dengan format seukuran kartu kredit yaitu 53,98 mm x
85,60 mm.
Perbedaan e-KTP dengan KTP
biasa sebelumnya dapat dilihat dalam table berikut ini :
Dari perbedaan e-KTP dengan KTP biasa diatas,
mutlaknya bahwa e-KTP mampu menampung data lebih banyak dengan teknologi yang
tinggi, dan hal yang paling penting dalam pengecekan kevalidan serta
keabsahannya e-KTP menempati prioritas hamper 100 % valid.
Dari keseluruhan uraian e-KTP diatas maka dapat
disimpulkan bahwa KTP elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem
keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi
dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional yang merupakan program
resmi pemerintah, oleh sebab itu dalam pelaksanaan e-KTP mempunyai Dasar hukum
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
E.
Definisi
Konsep
1.
Persepsi
adalah pengalaman, pengetahuan dan penilaian tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
2.
Administrasi
Kependudukan adalah pendataan kependudukan dengan tujuan untuk pemenuhan
hak-hak administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang
berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang
diskriminatif
3.
Program Electronic KTP (e-KTP) adalah
program kependudukan
yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun
teknologi informasi dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional.
F.
Definisi
Operasional
Definisi
operasional merupakan salah satu langkah dalam penelitian yang menjelaskan
tentang indikator-indikator yang digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat
hubungan variabel untuk penelitian.
Persepsi
masyarakat terhadap
pelaksanaan program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kecamatan
Prambanan dapat di ukur dengan menggunakan indikator-indkator :
1.
Pengalaman masyarakat
terhadap pelaksanaan program e-KTP :
a.Kejelasan terhadap sosialisasi pelaksanaan
program e-KTP
b.Prosedur pelaksanaan program e-KTP
c. Sarana dan prasarana pendukung program e-KTP
2.
Pengetahuan masyarakat
tentang program e-KTP :
a.Kejelasan terhadap sosialisasi pelaksanaan program
e-KTP
b.Prosedur pelaksanaan program e-KTP
c.Sarana dan prasarana pendukung program e-KTP
3. Penilaian atau evaluasi masyarakat terhadap pelaksaan
program e-KTP :
a.Kejelasan terhadap
sosialisasi pelaksanaan program e-KTP
b.Prosedur pelaksanaan
program e-KTP
c..Sarana dan prasarana pendukung program e-KTP
G.
Metode
Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian yang bersifat dskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
penggambaran terhadap objek atau variabel yang diteliti, baik fenomena-fenomena yang ada dalam kenyataan,
maupun faktor faktor apa saja yang mendorong atas perilaku manusia untuk
mencapai tujuannya.
Penelitian
ini membuat penafsiran atau interpretasi dan menganalisa data bersama dengan dilakukannya
pengumpulan data, selanjutnya metode penelitian diskriptif ini seiring
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memusatkan
diri pada pecahan masalah yang ada (masalah-masalah aktual)
b. Data
yang dikumpulkan mula-mula disususn, dijelaskan kemudian dianalisa.
Dalam
penelitian ini dikhususkan untuk memaparkan/menggambarkan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program kartu
tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Unit
analisis
Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Prambanan Kabuaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pertimbangan dipilihnya lokasi ini karena Kecamatan Prambanan adalah merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk lebih banyak, serta mempunyai latar
belakang pendidikan yang bermacam-macam, sehinggat sangat mempengaruhi tingkat
kesadaran masyarakat dalam memahami arti pentingnya dokumen kependudukan. Adapun
yang menjadi subjek penelitian adalah aparat Kecamatan Prambanan dan waga masyarakatyang telah menerima dan sedang mengurus
e-KTP yang
terdiri dari:
-Kepala
seksi dan staf pemerintahan Kecamatan Prambanan3 (tiga) orang
-Warga
masyarakat yang telah
menerima Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)sebanyak 12 (dua belas) orang.
Dengan demikian jumlah responden adalah 15(lima belas) orang dengan teknik
pengambilan responden adalah secara purposive sesuai dengan tujuan penelitian.
3.Sumber
Data
Data
yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder :
a. Data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari sumbernya, yaitu data hasil wawancara dan
data hasil observasi
b. Data sekunder adalah data
yang didapatkan tidak secara langsung dari obyek penelitian (Riwidikdo, 2006:31).
Data sekunden dalam penelitian ini yaitu gambaran umum Kecamatan Prambanan
Kabupaten Sleman dan Data lain yang didapatkan dari studi pustaka.
4.
Teknik
Pengumpulan Data
1)
Teknik
Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
observasi langsung ke lokasi yang bersangkutan dengan penelitian. Teknik survey
dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan data dengan survei
ke kantor Kecamatan Prambanan dan masyarakat Prambanan untuk mendapatkan data
yang dibutuhkan.
2)
Teknik
Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
wawancara mendalam kepada subyek penelitian untuk mendapatkan data primer
terkait dengan penelitian. Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan
dengan melakukan wawancara terhadap informan dan key informan
3)
Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan pembelajaran
sumber yang dapat dijadikan rujukan dari sumber data atau literatur –
literatur.
5.
Teknik
AnalisisData
Untuk menganalisa data dalam penelitian ini di menggunakan
teknik analisis data Model Miles and Huberman. Data dikumpulkan dalam bentuk
transkrip dari hasil rekaman dan catatan reflektif untuk memberikan gambaran
suasana, sikap, dan emosi dari responden, kemudian dilakukan editing. Data
dikelompokkan dalam unit-unit kecil dan merangkum kembali dalam
kategori-kategori tertentu. Unit-unit tersebut berupa kata, kalimat atau
paragraf atau bagian dari data yang mempunyai makna tersendiri.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan
dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan sehingga dapat dipahami.
Analisis data dalam penelitian ini kualitatif,
dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah
melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang
dianggap kredibel (Sugiyono: 2008:9)
Langkah-
langkah analisis data menurut Miles dan Huberman:
a. Data Reduction ( Reduksi Data )
Data yang diperoleh dari
lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan
rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak,
kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui
reduksi data.
Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal- hal yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang penting
dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencari yang diperlukan.
b. Data Display ( Penyajian Data )
Setelah data direduksi,
langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data dalam penelitian ini
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.
c. Conclusion Drawing ( Verifikasi )
Langkah ketiga dalam
analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti- bukti yang valid dan konsisten saat
peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan yang kredibel.
Dalam penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan semua
langkah-langkah analisis data dari Miles dan Huberman, diantaranya Reduksi
Data, Penyajian Data dan Verifikasi data. Setelah data terinterpretasi maka
peneliti menerapkan teknik triangulasi sumber sebagai teknik analisis data.
Triangulasi sumber diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
Informan 1 Informan 2
Key
Informan
Gambar 3.1 Triangulasi sumber data
Triangulasi sumber
digunakan untuk menguji data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah dianalisis oleh peneliti
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan
dengan 3 sumber data tersebut. (Lexy, 2005:31)
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. EdisiRevisi V.
Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.
Atkinson,R.C. dan E.R. Hilgar.1991. Pengantar
psikology,diterjemahkan oleh Nurjanah,Taufik dan Rukmini. Jakarta :Barhana.
Erlangga
Chaplin, C.P. 1989. Kamus lengkap psikologi.
Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press
Gibson,
James1986. Organisasi perilaku,struktur dan
proses,diterjemahkan oleh Djoerban Wahid. Erlangga. Jakarta
Nasir, Moh.. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Rahmat,
Jalaludin. 1998. Psikologi komunikasi. Bandung.PT Rosdakarya
Ruch
,Floyd.1967. psykologi and life,7 Edt.Scott Foresman and Company. Atlanta
Sarlito,
Wirawan .1984. Teori- teori psikologi sosial. Jakarta. Rajawali Press
Thoha, Miftah.
1990. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali
Yusuf, Y. 1991. Psikologi Antar budaya. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Peraturan
Perundang-undangan :
Peraturan
Pemerintah nomor 37 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan..