PROPOSAL PENELITIAN tentang Pelaksananaan e-KTP

                       PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN                          
              PROGRAM KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK (e-KTP)
                  

                
          (Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Kec. Prambanan Kab. Sleman D.I.Yogyakarta)
 
                                                                        PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
           Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin. Anak dari orang tua WNA yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga wajib memilki KTP. KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan. KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa Izin Tinggal Tetap. Khusus warga yang telah berusia 60 tahun dan ke atas, mendapat KTP seumur hidup yang tidak perlu diperpanjang setiap lima tahun sekali. (http://id.wiki/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk,diambil tanggal 08 Desember 2012 pukul 06.00).
Program e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan manggandakan KTP-nya. Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintahan elektronik (e-Government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.
e-KTP merupakan hal yang baru bagi penduduk Indonesia, meskipun pelaksanaaan secara konvensional telah berlangsung sejak lama. Kebijakan yang baru tentu harus disebar luaskan secara efektif, agar mendapat respon yang baik dari masyarakat. Media massa memang berperan dalam penyebarluasan informasi e-KTP ini, namun tentu saja dalam konten yang sangat terbatas, karena perlu disadari bahwa orientasi komersial media massa akan lebih di depan dari pada kepentingan pemahaman masyarakat terhadap e-KTP. Oleh karena itu, tentu saja informasi yang diberitakan adalah e-KTP dalam format informasi yang lebih bersifat umum, tidak sampai yang bersifat teknis yang perlu dipahami masyarakat dalam pelaksanaan program e-KTP.Kepentingan utama adalah pada pihak Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai unsur pendukungnya.
Pemahaman masyarakat sampai ke tingkatan yang paling bawah belum sepenuhnya mengetahui esensi dari pendataan tersebut, pemahaman sementara masyarakat yang sempat penulis ketahui berdasarkan wawancara dengan masyarakat bahwa pendataan tersebut hanya sekedar proses adminitrasi saja atau sekedar bisa tercatat sebagai warga Negara Indonesia dan selain itu hasil dari e-KTP itu membutuhkan waktu yang cukup lama baru bisa diterima oleh masyarakat.
Esensi dari e-KTP merupakan salah satu bentuk identitas yang terprogram  secara online dan sangat membantu   untuk proses pengungkapan suatu tindak kejahatan,  dengan mendapat petunjuk secara online melalui registrasi nomor identitas kependudukan (NIK), di mana pertama ada kode kabupaten/kota,  tanggal lahir dan nomor aslinya. Jika kita masukkan nomor tersebut  tentu dapat mempermudah untuk melacak seseorang yang berkaitan langsung aktivitas kejahatan, terutama saat ini sering terjadinya berbagai jaringan, seperti trans national crime (jaringan kejahatan nasional) . Maka dengan adanya e-KTP itu dapat membantu  dalam mengungkapkan suatu kasus. Penting e-KTP yang saat ini sedang diprogram pemerintah, dengan tujuan untuk mengakuratkan data statistik kependudukan  sehingga tidak terkesan adanya kepemilikan identitas ganda. Kedua, dapat membantu warga dalam berbagai urusan yang lain, dan  hal ini tentu banyak manfaatnya.
Pemerintah Kabupaten Sleman, sebagai salah satu Pemerintah Daerah yang telah melaksanakan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan memberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang bersifat nasional, mendapatkan giliran pelaksanaan e-KTP pada Tahun 2011, telah mengambil dan melaksanakan langkah-langkah kebijakan yang mendukung keberhasilan pelaksanaan e-KTP. Kecamatan Prambanan sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman yang mempunyai beberapa obyek wisata dengan tingkat kunjungan yang cukup ramai sehingga membuat penduduk sekitar masih banyak yang belum melakukan e-KTP dikarenakan kesibukan mereka mencari nafkah setiap harinya. Pelaksanaan e-KTP di kecamatan Prambanan sampai dengan akhir Maret 2012 sudah mencapai 82,97 % dari jumlah wajib e-ktp 38.032 orang  atau sudah terealisir sejumlah 31.586 orang. Aparatur pemerintah kecamatan  Prambanan menjelaskan bahwa secara umum pelaksanaan rekam data e-KTP sudah berjalan dengan lancar. Akan tetapi, dia mengakui jika pelaksanaannya kurang maksimal karena tidak semua warga bersedia datang ke kantor kecamatan untuk melakukan proses rekam data, khususnya para manula. Sosialisasi program e-KTP sudah diselenggarakan di masing-masing desa. Sebagian warga menyambut antusias dengan datang sendiri ke kantor kecamatan. Namun begitu, tidak semua warga bersedia mengantarkan kalangan manula untuk melakukan rekam data e-KTP. Hal itu diperparah dengan rendahnya tingkat ketertarikan manula untuk memiliki e-KTP. Keadaan tersebut disebabkan karena belum adanya pengalaman tentang e-KTP, dan belum mengertinya masyarakat dalam menafsirkan informasi terkait dengan pentingnya e-KTP yang disampaikan oleh pemerintah setempat, dimana pengalaman dan kesalahan penafsiran informasi itu seringkali disebut dengan istilah persepsi. Disamping itu salah satu hal lain yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap e-KTP adalah distribusi e-KTP di  Kecamatan Prambanan yang hingga saat ini masih belum terlaksana seluruhnya. Alat identifikasi yang belum sampai dari Dirjen Dukcapil menjadi penyebab belum bisa dibagikannya e-KTP ini kepada warga. Setiap warga yang ingin mengambil e-KTP  ini harus diperiksa terlebih dahulu oleh alat identifikasi ini
               Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan  judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”.

A.      Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah ada maka rumusan maslaah yang terbentu adalah : Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman  Daerah Istimewa Yogyakarta ?

B.       Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Gambaran Presepsi Masyarakat Dalam Memahami Pelaksanaan Program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)Kecamatan Prambanan.

C.      Manfaat Penelitian
1.      Bagi Instansi Pemerintahan Kecamatan Prambanan
Dapat dijadikan sebagai wacana terkait dengan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program e-KTP di Kecamatan Prambanan serta perbaikan sosialisasi pemerintah sendiri tentang esensi e-KTP kepada masyarakat.
2.      Bagi Masyarakat Kecamatan Prambanan
Sebagai tambahan pengetahuan mengenai e-KTP dan bagaimana pelaksanaan programnya.
3.      Bagi Akademik APMD
Dapat dijadikan sebagai tambahan pustaka mengenai e-KTP dan persepsi masyarakat dalam pelaksanaan e-KTP.
4.      Bagi Peneliti Sendiri
Sebagai pembanding antara teori dan kenyataan di lapangan serta sebagai instrument untuk bisa menerapkan ilmu yang dimiliki ke masyarakat.

D.      Kerangka Teori
1.      Teori Persepsi
a.       Pengertian Persepsi
Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998:17), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi didapatkan dari simpulan informasi dan tafsiran pesan yang disampaikan orang lain mengenai suatu obyek.
Menurut Ruch (1967:35), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk – petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna padasuatu situasi tertentu.
Persepsi datang secara tidak sadar melalui sensor pancaindera manusia sehingga didapatkan gambaran yang benar-benar sesuai dengan situasi yang ada.
Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991:11)mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan.
Persepsi lebih diarahkan ke rangsangan yang terjadi pada lingkungan yang kemudian akan ditafsirkan oleh komponen lingkungan tersebut yaitu manusia.
Gibson dan Donely (1994:21) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358)
Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus.(Atkinson dan Hilgard, 1991:36).
Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi
Persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986: 54).
Dalam hal ini persepsi merupakan suatu input yang kemudian akan dilakukan proses pengorganisasian dan akan menghasilkan suatu output berupa penerjamahan stimulus yang ada yang ditujukan untuk mempengaruhi perilaku seseorang.
b.      Ciri-ciri Karakteristik Persepsi
Irwanto (Umi Amalia, 2003:19) mengemukakan ciri-ciri umum persepsi adalah sebagai berikut ;
1)      Rangsangan-rangsangan yang diterima harus sesuai dengan moralitas tiap-tiap indera, yaitu sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan, bau untuk penciuman, suhu bagi perasa, bunyi bagi pendengaran, sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
2)      Dunia persepsi mempunyai dimensi ruang (sifat ruang), kita dapat menyatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, depan-belakang, dan lain sebagainya.
3)      Dimensi persepsi mempunyai dimensi waktu seperti cepat-lambat, tua-muda, dan lain sebagainnya.
4)      Objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan kontek ini merupakan keseluruhan yang menyatu, contohnya kita melihat meja tidak berdiri sendiri tetapi diruang tertentu, posisi atau letak tertentu.
5)      Dunia persepsi adalah dunia penuh arti, kita cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya (dengan tujuan yang ada pada diri kita).
Dari keenam ciri ditas, ciri persepsi berawal dari sebuah stimulus yang berada pada waktu tertentu dan ruang tertentu dengan gejala-gejala yang bisa diamati pada suatu obyek yang mempunyai arti.
Irvin T. Rock (Muchtar, T. W. 2007: 14-15) menjelaskan, karakteristik seseorang terhadap suatu objek meliputi :
1)      Proses mental yang berfikir, yang menimbang hal-hal yang dianggap paling baik dari beberapa macam pilihan.
2)      Perseptor dalam mempersiapkan sesuatu tidak terlepas dari latar belakang perseptor.
3)      Persepsi dapat dijadikan dasar bagi seseorang untuk menseleksi dan mengambil tindakan.
4)      Secara umum dalam mempersepsikan sesuatu, seseorang harus dibekali pengetahuan, panca indera, dan kesadaran lingkungan.
Persepsi mempunyai dimensi ruang dan waktu dengan struktur yang menyatu dengan konteksnya. Pengalaman indera individu akan sangat tergantung kepada intensitas dan sifat-sifat rangsang yang diterimanya. Luas sempitnya individu dalam mempersepsikan sesuatu akan dipengaruhi oleh latar belakang individu.
c.       Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor yang Menpengaruhi
Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (dalam Yusuf, 1991:29) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984:27) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting.
Pembentukan persepsi berawal dari penafsiran hasil pengamatan yang berlanjut ke penyeleksian hasil pengamatan untuk mendapatkan hasil stimuli terbaik dan berakhir dengan penyajian hasil penafsiran untuk membentuk perilaku.
d.      Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berkenaan dengan keberadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang diakibatkan oleh keberadaan rangsangan tersebut.
Jalaludin Rakhmat (1999:12) dengan rinci mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut :
1)      Faktor yang bersifat fungsional, diantaranya pengetahuan, pengalaman, motivasi, perhatian, emosi dan suasana hati.
2)      Faktor yang bersifat struktural diantaranya intensitas rangsangan, ukuran rangsangan, perubahan rangsangan dan pertentangan rangsangan.
3)      Faktor kulturan atau kebudayaan yaitu norma-norma yang dianut oleh individu.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Sarlito Wirawan (1984:44) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :
1)      Kuat lemahnya rangsangan, yang ditemukan oleh kejelasan, pengulangan gerak, ukuran dan bentuk rangsangan. Makin kuat rangsangan, makin kuat pula kerja indera.
2)      Cara kerja alat indera menentukan cepat tepatnya dan lancarnya proses terjadinnya persepsi.
3)      Kadar intensitas kebutuhan, besarnya perhatian, kebutuhan dan kesiapan yang dimiliki individu menyebabkan terjadinya persepsi.
4)      Pengalaman individu tentang stimulus atau rangsangan yang bersangkutan.
Persepsi dipengaruhi oleh faktor rangsangan yang datang dari objek maupun peristiwa, dan faktor individu yang bersangkutan dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dapat diasumsikan dari persepsi ini bahwa individu akan menyimpulkan pendapat dan kesan berupa senang atau tidak senangnya, baik ataupun buruk dan adanya kesiapan untuk menerima ataupun menolak rangsangan yang diterimanya.  Ketika stimuli atau rangsangan yang datang dari suatu objek perlu diseleksi atau dievaluasi  agar tidak terjadi kesalahan persepsi. Oleh karena itu, persepsi merupakan dinamika yang terjadi dalam diri seseorang pada saat ia menerima stimulus dari lingkungan dengan melibatkan indra, emosional, serta aspek kepribadian lainnya. Dalam proses persepsi itu, individu akan mengadakan penyeleksian, apakah stimulus individu berguna atau tidak baginya, serta menentukan apa yang terbaik untuk dikerjakannnya.
Sedangkan faktor-faktor penyebab kesalahan dalam persepsi adalah sebagai berikut :
1)      Informasi yang kurang cukup, faktor ini merupakan penyebab utama dalam kesalahan menafsirkan pesan.
2)      Stereotype, yaitu merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat objek yang dikelompokan pada konsep-konsep tertentu.
3)      Kesalahan dalam logika, kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita mempunyai pandangan umum terhadap suatu objek. Misalnya apabila seseorang memperlihatkan sifst-sifat serius, tidak pernah humor, kemudiankita beranggapan bahwa orang tersebut bersifat angkuh, maka hal ini akan menjadi penyebab kesalahan persepsi.
4)      Hallo effect dan devil effect, dalam hal ini orang beranggapan bahwa jika suatu objek atau seseorang berbuat sesuatu, maka selanjutnya orang tersebut akan menambahkan dengan ciri-ciri tertentu pula.

Dari keseluruhan teori persepsi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi secara umum merupakan suatu input yang kemudian akan dilakukan proses pengorganisasian dan akan menghasilkan suatu output berupa penerjamahan stimulus yang ada yang ditujukan untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Dunia persepsi mempunyai dimensi ruang dan waktu dengan struktur yang menyatu dengan konteksnya. Pengalaman indera individu akan sangat tergantung kepada intensitas dan sifat-sifat rangsang yang diterimanya. Luas sempitnya individu dalam mempersepsikan sesuatu akan dipengaruhi oleh latar belakang individu.
Pembentukan persepsi berawal dari penafsiran hasil pengamatan yang berlanjut ke penyeleksin hasil pengamatan untuk mendapatkan hasil stimuli terbaik dan berakhir dengan penyajian hasil penafsiran untuk membentuk perilaku. persepsi dipengaruhi oleh faktor rangsangan yang datang dari objek maupun peristiwa, dan faktor individu yang bersangkutan dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dapat diasumsikan dari persepsi ini bahwa individu akan menyimpulkan pendapat dan kesan berupa senang atau tidak senangnya, baik ataupun buruk dan adanya kesiapan untuk menerima ataupun menolak rangsangan yang diterimanya.    Dari berbagai pendapat  yang dikemukakan oleh para ahli tentang persepsi tersebut di atas ,maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi masyarakat adalah pandangan atau penilaian masyarakat tentang lingkungan atau orang lain melalui penglihatan ,pendengaran ,dan perasaannya yang dapat mempengaruhi  tingkah lakunya dalam hidup bermasyarakat.
Indikator yang digunakan dalam pengukuran persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program e-KTP terdiri dari  indikat:
1)      Pengalaman masyarakat terhadap  pelaksanaan program e-KTP
2)      Pengetahuan masyarakat tentang program e-KTP
3)      Penilaian atau evaluasi masyarakat tentang program e-KTP.

2.      Administrasi Kependudukan
Pada dasarnya sistem administrasi kependudukan merupakan subsistem dari sistem Administrasi Negara, yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan dan pembangunan penyelenggaraan administrasi kependudukan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 1, disebutkan bahwa :
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

Dengan demikian, administrasi kependudukan merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan mulai dari satuan pemerintah terkecil seperti desa dan kelurahan hingga pada skala nasional. Pengelolaan administrasi kependudukan memiliki fungsi strategis sebagai dukungan informasi tetang kependudukan bagi pembuatan kebijakan dalam rangka pelayanan publik serta kepentingan warga untuk mengakses informasi hasil administrasi kependudukan tersebut.
Administrasi Kependudukan menjadi semakin penting karena selalu bersentuhan dengan setiap aktivitas kehidupan di Indonesia di antaranya adalah saat Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, Pemilu Kepala Daerah, mengurus surat-surat kendaraan, mengurus surat-surat tanah, dan lain sebagainya. Apabila kita akan berdomisili pada suatu wilayah maka kita harus memiliki tanda domisili yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Maka Administrasi Kependudukan haruslah diselenggarakan dengan baik. Didalam penjelasan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, menjelaskan bahwa :
Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan Administrasi Negera. Dari segi kepentingan penduduk, Administrasi Kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif (Penjelasan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006).
Dalam penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan Dimana yang berperanan penting dan yang berkewajiban menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan adalah Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peranan pemerintah adalah untuk memastikan bahwa interplay kepentingan pribadi bagi setiap individu bisa dijalankan secara bebas dan terbuka (Miftha Thoha, 2008 : 85).
Mengenai peranan dari Pemeritah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur didalam Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu :
Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan Administrasi Kependudukan secara nasional, yang dilakukan oleh Menteri dengan kewenangan meliputi :
a.       Koordinasi antar instansi dalam urusan Administrasi Kependudukan Penetapan sistem, pedoman, dan standar pelaksanaan Administrasi Kependudukan, sosialisasi Administrasi Kependudukan;
c.         Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan Administrasi Kependudukan
d.        Pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional; dan
e.         Pencetakan, penerbitan, dan distribusi blangko Dokumen Kependudukan.
Sedangkan untuk Pemerintahan Provinsi diatur didalam Pasal 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu :
Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan meliputi:
a.       Koordinasi
b.      Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
c.       Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
d.      Pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala provinsi; dan
e.       Koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
 Dan didalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menegaskan tentang kewajiban dari pada Pemerintah kabupaten/kota :
Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh bupati/walikota dengan kewenangan meliputi:
a.       Koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b.      Pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan;
c.    Pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d.      Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
e.       Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan;
f.       Penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan;
g.      Pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota; dan
h.      Koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
 Didalam pelaksanaan urusan Administrasi Kependudukan ditingkat Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh Instansi Pelaksana. Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menegaskan bahwa dalam menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan di kabupaten/kota, dibentuk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai Instansi Pelaksana yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi:
a.       Mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
b.      Memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap Penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
c.       Menerbitkan Dokumen Kependudukan;
d.      Mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
e. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 23Tahun 2006).
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Instansi Pelaksana dibantu oleh Kecamatan, Kelurahan, Ketua RT/RW. Sedangkan Kewenangan Instansi Pelaksana dalam urusan Administrasi Kependudukan diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yaitu :
Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewenangan yang meliputi:
a.           Memperoleh keterangan dan data yang benar tentang Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dilaporkan Penduduk;
b.          Memperoleh data mengenai Peristiwa Penting yang dialami Penduduk atas dasar putusan atau penetapan pengadilan;
c.           Memberikan keterangan atas laporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada lembaga peradilan; dan
d.          Mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil untuk kepentingan pembangunan.
Sebagaimana telah diuraikan diatas mengenai Penyelenggaraan urusan  Administrasi Kependudukan menjadi tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten, dimana dalam pelaksanaannya diawali dari desa selaku ujung tombak Pendaftaran Penduduk, hingga setiap penduduk terdaftar secara administrasi sebagai warga negara Indonesia dan sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam pelayanan tersebut perlu dilakukan dengan benar dan cepat agar penduduk merasa dapat pelayanan yang memuaskan, karena Administrasi Kependudukan juga menyangkut tentang Pelayanan Publik.
Dalam prakteknya jenis adminstrasi kependudukan ada lima, yaitu sebagai berikut :
a.       Kartu tanda Penduduk (KTP)
KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kartu ini wajib dimiliki bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang sudah berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin atau telah kawin. Anak dari orang tua WNA yang memiliki ITAP dan sudah berumur 17 tahun juga wajib memilki KTP. KTP bagi WNI berlaku selama lima tahun dan tanggal berakhirnya disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran yang bersangkutan. KTP bagi WNA berlaku sesuai dengan masa Izin Tinggal Tetap. Khusus warga yang telah berusia 60 tahun dan ke atas, mendapat KTP seumur hidup yang tidak perlu diperpanjang setiap lima tahun sekali.

b.      Data Induk Penduduk
Merupakan dokumen administrasi kependudukan yang berisi tentang urutan penduduk beserta nomor identitas atau nomor induk yang melekat pada masing-masing penduduk.
c.       Dokumen Mutasi Penduduk
Merupakan dokumen pencatatan pemindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya yang memaksa penduduk tersebut untuk berganti kartu identitas.
d.      Data Rekapitulasi jumlah Penduduk Akhir Bulan
Dokumen yang digunakan untuk merekap keseluruhan jumlah penduduk pada akhir bulan baik penduduk tetap, mutasi maupunpenduduk baru.
e.       Data Penduduk Sementara
Dokumen ini digunakan ketika beberapa penduduk berada pada suatu wilayah untuk urusan dengan waktu tertentu dan tidak bermaksud untuk melakukan pindah tempat secara permanen. (http://cipar-pari.blogspot.com/2010/10/model-bentuk-dan-tata-cara-pengisian.html, diambil tanggal 10 Januari jam 14.02)
3.      Electronic-KTP (e-KTP)
Electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. (www.e-ktp.com, diambil tanggal 07 Desember 2012, jam 06.00) Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 April 2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP.
Secara sederhana, e-KTP berasal dari kata electronic-KTP, atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau sering disingkat e-KTP. Lebih rincinya, menurut situs resmi e-KTP, KTP elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional.
e-KTP merupakan program resmi pemerintah, oleh sebab itu dalam pelaksanaan e-KTP mempunyai Dasar hukum sebagai berikut :
a.       Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dijelaskan bahwa:
"penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup".

Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
b.      Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan, yang berbunyi :
1)    KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.
2)    Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan
3)   Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam basis data kependudukan
4)   Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan : Untuk WNI, dilakukan di kecamatan; dan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di instansi pelaksana
5)   Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan;
6)   Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
7)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan Menteri.
Secara detail e-KTP mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1)      KTP Sebagai identitas jati diri.
2)      Berlaku nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya.
3)      Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP.
4)      Terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
Struktur e-KTP terdiri dari sembilan layer yang akan meningkatkan pengamanan dari KTP konvensional. Chip ditanam di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas. Chip ini memiliki antena didalamnya yang akan mengeluarkan gelombang jika digesek. Gelombang inilah yang akan dikenali oleh alat pendeteksi e-KTP sehingga dapat diketahui apakah KTP tersebut berada di tangan orang yang benar atau tidak.  Untuk menciptakan e-KTP dengan sembilan layer, tahap pembuatannya cukup banyak, diantaranya:
1)      Hole punching, yaitu melubangi kartu sebagai tempat meletakkan chip
2)      Pick and pressure, yaitu menempatkan chip di kartu
3)      Implanter, yaitu pemasangan antenna (pola melingkar berulang menyerupai spiral)
4)      Printing,yaitu pencetakan kartu
5)      Spot welding, yaitu pengepresan kartu dengan aliran listrik
6)      Laminating, yaitu penutupan kartu dengan plastik pengaman
e-KTP dilindungi dengan keamanan pencetakan seperti relief text, microtext, filter image, invisible ink dan warna yang berpendar di bawah sinar ultra violet serta anti copy design. Penyimpanan data di dalam chip sesuai dengan standar internasional NISTIR 7123 dan Machine Readable Travel Documents ICAO 9303 serta EU Passport Specification 2006. Bentuk KTP elektronik sesuai dengan ISO 7810 dengan format seukuran kartu kredit yaitu 53,98 mm x 85,60 mm.

Perbedaan e-KTP dengan KTP biasa sebelumnya dapat dilihat dalam table berikut ini :
Dari perbedaan e-KTP dengan KTP biasa diatas, mutlaknya bahwa e-KTP mampu menampung data lebih banyak dengan teknologi yang tinggi, dan hal yang paling penting dalam pengecekan kevalidan serta keabsahannya e-KTP menempati prioritas hamper 100 % valid.
Dari keseluruhan uraian e-KTP diatas maka dapat disimpulkan bahwa KTP elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional yang merupakan program resmi pemerintah, oleh sebab itu dalam pelaksanaan e-KTP mempunyai Dasar hukum Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

E.       Definisi Konsep
1.      Persepsi adalah pengalaman, pengetahuan dan penilaian tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
2.      Administrasi Kependudukan adalah pendataan kependudukan dengan tujuan untuk pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif
3.      Program Electronic KTP (e-KTP) adalah program kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional.

F.       Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan salah satu langkah dalam penelitian yang menjelaskan tentang indikator-indikator yang digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat hubungan variabel untuk penelitian.
Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kecamatan Prambanan dapat di ukur dengan menggunakan indikator-indkator :
1. Pengalaman masyarakat terhadap pelaksanaan program e-KTP :
           a.Kejelasan terhadap sosialisasi pelaksanaan program e-KTP
           b.Prosedur pelaksanaan program e-KTP
           c. Sarana dan prasarana pendukung program e-KTP
 2. Pengetahuan masyarakat tentang program e-KTP :
          a.Kejelasan terhadap sosialisasi pelaksanaan program e-KTP
          b.Prosedur pelaksanaan program e-KTP
          c.Sarana dan prasarana pendukung program e-KTP
3. Penilaian atau evaluasi masyarakat terhadap pelaksaan program e-KTP :
         a.Kejelasan terhadap sosialisasi pelaksanaan program e-KTP
         b.Prosedur pelaksanaan program e-KTP
         c..Sarana dan prasarana pendukung program e-KTP

G.    Metode Penelitian          
1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat dskriptif kualitatif yang bertujuan untuk penggambaran terhadap objek atau variabel yang diteliti, baik fenomena-fenomena yang ada dalam kenyataan, maupun faktor faktor apa saja yang mendorong atas perilaku manusia untuk mencapai tujuannya.
Penelitian ini membuat penafsiran atau interpretasi dan menganalisa data bersama dengan dilakukannya pengumpulan data, selanjutnya metode penelitian diskriptif ini seiring ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Memusatkan diri pada pecahan masalah yang ada (masalah-masalah aktual)
b.      Data yang dikumpulkan mula-mula disususn, dijelaskan kemudian dianalisa.
Dalam penelitian ini dikhususkan untuk memaparkan/menggambarkan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan program kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.      Unit analisis
                        Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Prambanan Kabuaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertimbangan dipilihnya lokasi ini karena Kecamatan Prambanan  adalah merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk lebih banyak, serta mempunyai latar belakang pendidikan yang bermacam-macam, sehinggat sangat mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat dalam memahami arti pentingnya dokumen kependudukan. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah aparat Kecamatan Prambanan dan waga masyarakatyang telah menerima dan sedang mengurus e-KTP yang terdiri dari:
-Kepala seksi dan staf  pemerintahan Kecamatan Prambanan3 (tiga) orang
-Warga masyarakat yang telah menerima Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)sebanyak 12 (dua belas) orang.
Dengan demikian jumlah responden adalah 15(lima belas) orang dengan teknik pengambilan responden adalah secara purposive sesuai dengan tujuan penelitian.
3.Sumber Data     
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder :
a.       Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, yaitu data hasil wawancara dan data hasil observasi
b.      Data sekunder adalah data yang didapatkan tidak secara langsung dari obyek penelitian (Riwidikdo, 2006:31). Data sekunden dalam penelitian ini yaitu gambaran umum Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman dan Data lain yang didapatkan dari studi pustaka.


4.      Teknik Pengumpulan Data    
1)      Teknik Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan observasi langsung ke lokasi yang bersangkutan dengan penelitian. Teknik survey dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan data dengan survei ke kantor Kecamatan Prambanan dan masyarakat Prambanan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.
2)      Teknik Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam kepada subyek penelitian untuk mendapatkan data primer terkait dengan penelitian. Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap informan dan key informan
3)      Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan pembelajaran sumber yang dapat dijadikan rujukan dari sumber data atau literatur – literatur.

5.      Teknik AnalisisData  
Untuk menganalisa data dalam penelitian ini di menggunakan teknik analisis data Model Miles and Huberman. Data dikumpulkan dalam bentuk transkrip dari hasil rekaman dan catatan reflektif untuk memberikan gambaran suasana, sikap, dan emosi dari responden, kemudian dilakukan editing. Data dikelompokkan dalam unit-unit kecil dan merangkum kembali dalam kategori-kategori tertentu. Unit-unit tersebut berupa kata, kalimat atau paragraf atau bagian dari data yang mempunyai makna tersendiri.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga dapat dipahami.
Analisis data dalam penelitian ini kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang dianggap kredibel (Sugiyono: 2008:9)
Langkah- langkah analisis data menurut Miles dan Huberman:
a.       Data Reduction ( Reduksi Data )
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal- hal yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang penting dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari yang diperlukan.
b.      Data Display ( Penyajian Data )
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data dalam penelitian ini adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.
c.       Conclusion Drawing ( Verifikasi ) 
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti- bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan yang kredibel.
Dalam penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan semua langkah-langkah analisis data dari Miles dan Huberman, diantaranya Reduksi Data, Penyajian Data dan Verifikasi data. Setelah data terinterpretasi maka peneliti menerapkan teknik triangulasi sumber sebagai teknik analisis data.
Triangulasi sumber diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
        Informan 1                                            Informan 2


                                Key Informan
Gambar 3.1 Triangulasi sumber data
Triangulasi sumber digunakan untuk menguji data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan 3 sumber data tersebut. (Lexy, 2005:31)

                                                                      DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. EdisiRevisi V. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.
Atkinson,R.C. dan E.R. Hilgar.1991. Pengantar psikology,diterjemahkan oleh Nurjanah,Taufik dan Rukmini. Jakarta :Barhana. Erlangga
Chaplin, C.P. 1989. Kamus lengkap psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press
Gibson, James1986. Organisasi perilaku,struktur dan proses,diterjemahkan oleh Djoerban Wahid. Erlangga. Jakarta
Nasir, Moh.. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rahmat, Jalaludin. 1998. Psikologi komunikasi. Bandung.PT Rosdakarya
Ruch ,Floyd.1967. psykologi and life,7 Edt.Scott Foresman and Company. Atlanta
Sarlito, Wirawan .1984. Teori- teori psikologi sosial. Jakarta. Rajawali Press
Thoha, Miftah. 1990. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali
Yusuf, Y. 1991. Psikologi Antar budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya
Peraturan Perundang-undangan :
Peraturan Pemerintah nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan..