DINAMIKA HUBUNGAN BPD DAN KEPALA DESA DALAM
PERUMUSAN PERATURAN DESA
PERUMUSAN PERATURAN DESA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia membagi
daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan
susunan tingkatan pemerintahan terbawah adalahdesa/kelurahan.Dalam konteks ini, pemerintahan desa
adalah merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional
yang langsung berada di bawah pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah
akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem
dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan
ditentukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai
bagian dari Pemerintahan Daerah. Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja di
semua tingkatan pemerintah, khususnya pemerintahan desa harus diarahkan untuk dapat menciptakan
pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat.
Reformasi dan otonomi daerah sebenarnya adalah harapan baru bagi
pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai kebutuhan dan
aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintah desa, otonomi adalah
suatu peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa
dalam mengelola desa, misalnya semua hal yang akan dilakukan oleh pemerintah
desa harus melalui rute persetujuan kecamatan, untuk sekarang hal itu tidak
berlaku lagi. Hal itu jelas membuat pemerintah desa semakin leluasan dalam menentukan program
pembangunan yang akan dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat desa.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan PPNo. 72 tahun 2005 tentang pemerintah
desa disebutkan bahwa :
“ Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
kesatuan republik Indonesia”
Menurut aturan diatas, dalam pengaturan mengenai
pemerintahan desa adalah keanekaragaman,partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat (Widjaja, 2001 : 6). Dalam rangka pengaturan
kepentingan masyarakat pemerintahan desa menyusun peraturan desa. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. Pemerintahan
Desa yang dimaksud dalam kutipan undang-undang diatas terdiri Pemerintah Desa
yang meliputi Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD).Kepala Desa merupakan pimpinan penyelengaraan pemerintahan desa
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).Kepala
desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan. Dalam
melaksanakan tugasnya, kepala desa mempunyai wewenangan antara lain :
- Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
- Mengajukan rancangan peraturan desa;
- Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;
- Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;
- Membina kehidupan masyarakat desa;
- Membina perekonomian desa;
- Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
- Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
- Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Dalam rangka melaksanakan kewenangan
yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya,
dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan
wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang
memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam UU No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki fungsi
menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, serta menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan
yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat, dimana masa jabatannya
adalah 6 tahun dan dapat dipilih lagi untuk satu kali masa jabatan
berikutnya. Dengan adanya BPD diharapkan terjalin hubungan yang sinergis
antara BPD sebagai representasi dari masyarakat desa dengan Kepala Daerah
sebagai kepala pemerintahan desa. Hal ini dapat meminimalisir adanya
kesalahpahaman antara masyarakat dan aparatur desa, karena masyarakat memiliki
wadah untuk menyampaikan aspirasi. Sehingga kepentingan rakyat dapat
terakomodir dalam perumusan peraturan desa.
Sedangkan,
menurut Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 2005, di jelaskan BPD
mempunyai wewenang:
1) Membahas rancangan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa
2) Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan PeraturanDesa danPeraturan Kepala Desa.
3) Mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian Kepala Des
4) Membentuk panitia pemilihan Kepala
Desa
5) Menggali,menampung,menghimpun,
merumuskan,danmenyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.
Sedangkan,
dalam pasal 37
PP No. 72 Tahun 2005, Anggota BPDmempunyai hak:
1)
Mengajukan
rancangan Peraturan Desa
2)
Mengajukan
pertanyaan
3)
Menyampaikan
usul dan pendapat
4)
Memilih
dan dipilih
5)
Memperoleh
tunjangan
Fungsi
BPD seperti yang tercantum dalam aturan diatas yaitu menetapkan peraturan desa
itulah sebagai perwujudan peran regulasi dari BPD sebagai sektor publik. Dalam
perumusan dan penetapan peraturan desa, BPD berkedudukan sebagai mitra (partner)
dari pemerintah desa, yaitu bertugas untuk memberikan kontribusi yang berupa
saran atau masukan atas peraturan desa yang akan ditetapkan, dimana saran
tersebut berasal dari aspirasi masyarakat. Rancangan Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa
ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini, BPD sebagai lembaga pengawasan memiliki
kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa serta
anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). BPD dituntutmampu menjadi aspirator dan
artikulator antara masyarakat desa dengan pejabatatau instansi yang
berwenang.Tugas dan peran tersebut diwujudkan dalam prosesperumusan peraturan desa dengan
memperjuangkan aspirasi masyarakat.Hubungan antara BPD dengan Kepala Desa
adalah mitra kerja.Masing-masingelemen memiliki fungsi yang lebih spesifik dan
dari sanalah kekuatan (dinamika) itu berasal.Artinya
antara BPD dan kepala Desa harus bisa bekerja sama dalam penetapan peraturan
desa dan APBDes. BPD mempunyai tugas konsultatif dengan kepala desa untuk
merumuskan peraturan desa. Untuk melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan desa, selain itu BPD juga berkewajiban untuk membantu memperlancar
pelaksanaan tugas kepala desa.Mengingat bahwa BPD dan Kepala desa itu
kedudukannya setara maka antara BPD dan kepala desa tidak boleh saling menjatuhkan
tetapi harus dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan
kerjasama yang mantap dalam proses perumusan kebijakan desa yang merupakan
perwujudan dari peraturan desa.
Pokok permasalahan dalam hubungan BPD dan Kepala Desa dalam perumusan peraturan
desa yang sering
terjadi adalah Kepala Desa dan BPD kurangnya
koordinasi dan solidaritas pada tahap formulasi kebijakan sehingga mengakibatkan hasil dari kebijakan
yang berupa peraturan desa itu tidak dapat mencapai hasil yang optimal sesuai yang
diharapkan masyarakat yaitu perumusan kebijakan yang partisipatif, transparansi
dan responsif. Kurangnya koordinasi dan solidaritas kedua lembaga inipun
membuat perumusan kebijakan tidak berjalan secara efektif dan efesien.Praktek-praktek
hubungan kerja yang kurang harmonis dan menunjukkan kecenderungan terjadinya
dominasi BPD dan juga Kepala Desa tanpa harus melibatkan berbagai “stakeholder”. Disisi lain,
ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai fungsi dan kewenangan BPD
juga telah memberikan peluang terjadinya over
capacity dari anggota BPD. Artinya kedua instrument, BPD dan Kepala Desa
kurang memahami Tupoksinya masing-masing.Misalnya dalam proses-proses perencanaan
dan penyusunanserta penetapan / pengesahan Peraturan Desa tentang RPJMDes,Peraturan Desa tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan, Pelaksanaan Peraturan,
Peraturan Desa tentang Keuangan Desa, dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan itu, pelaksanaan fungsi pemerintah desa yang efektif mutlak diperlukan
karenapemerintah desa merupakan lembaga yang memiliki
peran dan potensi yang cukup besar dalam proses perumusan desa. Selain itu.Kepala
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seyogianya merupakan unsur pemerintah
Desa yang harus bersama-sama dalam menetapkan,menyetujui dan merumuskan
peraturan desa.
Bertolak
dari latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Dinamika
Hubungan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dan Kepala Desa dalam PembuatanPeraturan
Desa” di Desa Sumberagung Kecamatan
Moyudan Kabupaten Sleman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar
belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan dengan judul “Bagaimana
Dinamika Hubungan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dan Kepala Desa Dalam Pembuatan Peraturan
Desa” di Desa....Kec..... Kabupaten....?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Dinamika Hubungan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) Dan Kepala Desa Dalam Pembuatan
Peraturan Desa di Desa.....Kec....Kab....
D. Manfaat Penelitian
- . Manfaat Teoritis > Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan keilmuan,khususnya dalam kajian ilmu pemerintahan.
- Manfaat Praktis > Hasil peneliitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi Anggota BPD dan Kepala Desa, khususnya Pemerintah Desa... Kecamatan ...Kabupaten ....
E. Kerangka Teori
1. Dinamika
1. Dinamika
Kata Dinamikaberasal dari kata Dynamics (Yunani) yang bermakna “Kekuatan”(force). Artinya Dinamika mengandung arti tenaga kekuatan, yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan.
Dinamika juga berarti adanya
interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan,keadaan
ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok (group spirit)
terus-menerus ada dalam kelompok itu, oleh karena itu kelompok tersebut
bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah(http://yulia-putri.blogspot.com/2010/10/).
Dinamika juga berarti perkembangan
atau gerak majunya suatu kehidupan sosial kemasyarakatan yang ditentukan
sendiri oleh perubahan – perubahan yang terjadi dalam masyarakat bersangkutan (
Kamus Internasional Populer, 2002: 99 ).Dinamika berarti perkembangan gerak
majunya kehidupan sosial masyarakat yang akan ditentukan oleh perubahan-perubahan yang ada didalam
masyarakat itu sendiri.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dinamika adalahsesuatu yang mengandung arti tenaga
kekuatan, selalu bergerak atau, dinamis serta dapat menyesuaikan diri secara
memadai terhadap keadaan.
Dinamika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu yang berhubungan
dengan dinamika hubungan kerja antara
BPD dengan Kepala Desa dalam pembuatan peraturan desa. Artinya, Perkembangan atau gerak
dalam pembuatan peraturan desa
ditentukan sendiri oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam pola desa yang
bersangkutan atau dengan kata lain perkembangan desa itu sendiri. Dengan
demikian kata dinamika tidak bisa dimaknai secara sempit, namun secara luas
tergantung dari permasalahan yang terjadi atau yang dihadapi. Dimana dinama tersebut terjadi
karena adanya gerak atau kegiatan yang dilakukan, yang mengandung kekuatan
serta penyesuaian diri terhadap keadaan yang ada. 2. Pemerintahan Desa
Secara
teoritis pemerintahan berasal dari kata ”pemerintah”, paling sedikit kata
pemerintah tersebut memiliki empat unsur yaitu ada dua pihak yang terkandung,
kedua pihak tersebut memiliki saling berhubungan, pihak yang memerintah
memiliki wewenang, dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan.
Menurut
pengertian umum dapat diartikan sebagai wewenang badan-badan atau lembaga
pemerintahan atau para penguasa pemerintahan sebagai pejabat resmi untuk
melaksanakan kegiatan pemerintahan. Kegiatan berarti pelaksanaan serta
ditaatinya semua kegiatan pranata hukum dalam batas seluruh atas sebagaian
wilayah negara oleh masing-masig oknum/warga negara secara perseorangan maupun
secara kolektif oleh komponen pemerintahan maupun kemasyarakatan (Saparin, 1985
: 21).
Pemerintahan
desa sebagai sub sistem pemerintah nasional memiliki peranan yang signifikan
dalam pengelolaan proses sosial didalam masyarakat. Tugas utama yang harus
diemban pemerintahan desa adalah bagaimana cara menciptakan kehidupan
demokratik, memberikan pelayanan sosial yag baik sehingga dapat membawa
warganya pada kehidupan dan sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan (AAGN
Dwipayana,..dkk, 2003 : 33)
Dengan demikian pemerintahan desa
memiliki tugas dalam penyelenggaran pemerintahan dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
adat istiadat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a. Badan Pemusyawaratan Desa (BPD)
Lahirnya UU No.
22/1999 kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004, salah satu gagasan yang coba
dimunculkan adalah membangun tata pemerintah desa yang lebih demokratis. Salah
satu dari gagasan tersebut diwujudkan dalam pasal tentang Badan Permusyawaratan
Desa (BPD). Rasionalisasi Atas eksistensinya banyak didasarkan pada faktor
historis atas dominasi pemerintah desa dan pemerintah supra desa, dalam
mengitervensi dinamika sosial politik yang berkembang di desa (AAGN Ari
Dwipayana,..dkk, 2003 : 79 ). Kehadiran BPD sebagai tuntutan regulatif untuk
menjadi aktor baru di desa sebagai kekuatan pengimbang aktor pemerintah desa,
menjadikan BPD secara luas dalam proses politik desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004) tentang Pemerintah
Daerah. Oleh
karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa,
disamping mejalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa
dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai
lembagarepresentasi dari masyarakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan caramusyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga,
pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya.Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.BPD
berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Anggota BPD mempunyai kewajiban mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala
peraturan perundang-undangan; melaksanakan kehidupan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa; mempertahankan dan memelihara hukum nasional
serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
mengayomi, menyerap,
menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; memproses
pemilihan kepala desa; mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan
pribadi, kelompok dan golongan; menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat
istiadat masyarakat setempat; dan menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja
dengan lembaga kemasyarakatan. Badan Permusyaratan Desa
(BPD)tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagaikepala desa dan perangkat desa.BPD
berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi
mengawasi pelaksanakan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja
pemerintah Desa. (UU No. 72 Tahun 2005).
Dalam Pasal 35 PP No. 72 Tahun
2005, di jelaskan BPD mempunyai wewenang:
1) Membahas
rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa
2) Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan PeraturanDesa dan Peraturan Kepala Desa.
3)
Mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian Kepala Des
4) Membentuk
panitia pemilihan Kepala Desa
5) Menggali,menampung,menghimpun,
merumuskan,danmenyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.
Sedangkan, dalam pasal 37 PP No. 72 Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai hak:
Sedangkan, dalam pasal 37 PP No. 72 Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai hak:
1)
Mengajukan
rancangan Peraturan Desa
2)
Mengajukan
pertanyaan
3)
Menyampaikan
usul dan pendapat
4)
Memilih
dan dipilih
5)
Memperoleh
tunjangan
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari dan pembangunan
desa, BPD mempunyai peran normative sebagai alat control pemerintah desa. Akan
tetapi, dalam konteks good governance, pendekatan kemitraan (partnership) lebih
relevan ketimbang pendekatan konfrontatif, yang memungkinkan terjadi sejajaran
antara pemerintah desa dan BPD, tanpa harus mengurangi makna control
BPD.Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, peran Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) memiliki posisi yang strategis dalam menjawab kebutuhan masyarakat
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat desa setempat.Perannya sangat
besar dalam mempercepat keberhasilan pembangunan desa terlebih dalam
melaksanakan otonomi desa..Oleh sebab itu, setiap anggota BPD juga harus mampu
membaca kepentingan-kepentingan masyarakatnya. Menyalurkan aspirasi serta
menjembatani apa yang menjadi kebutuhan masyarakat desa.
b.Kepala Desa
Kepala desa
dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga Negara Republik Indonesia
yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang
berpedoman kepada peraturan pemerintah.Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam)
tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30
(tiga puluh) hari setelah pemilihan.Sebelum memangku jabatannya, kepala desa
mengucapakan sumpah/janji.Kepala Desa merupakan pimpinan penyelengaraan
pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan,pembangunan,dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa mempunyai
wewenang :
1)
Memimpin
penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
BPD;
2)
Mengajukan
rancangan peraturan desa;
3)
Menetapkan
peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD;
4)
Menyusun
dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan
ditetapkan bersama BPD;
5)
Membina
kehidupan masyarakat desa;
6)
Membina
perekonomian desa;
7)
Mengkoordinasikan
pembangunan desa secara partisipatif;
8)
Mewakili
desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
9)
Melaksanakan
wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
1)
Urusan
pemerintahn yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa.
2)
Urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya
kepada kepala desa.
3)
Tugas
pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota.
4)
Urusan
pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada
desa.
Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan peraturan
pemerintah.DalampenyelenggaraanPemerintahan Desa, kepala desa dan BPD mempunyai
tugas bersama yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Aspirasi
masyarakat yang telah diakomodasi atau ditampung oleh kepala desa dan BPD akan
ditetapkan dalam bentuk peraturan desa dan APBdes. Fungsi Kepala Desa dan BPD
dalam pembangunan yakni membuat perencanaan perumusan kebijakan dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.secara partisipatif dengan melibatkan
seluruh stakeholders,tokoh masyarakat dan
unsur masyarakat
desa.
3. Peraturan
Desa
Peraturan
desa merupakan produk hukum yang bersifat mengatur dan mengikat serta harus di taati demi menciptakan rasa
aman/ tertib, teratur dan merupakan ukuran, kaidah dan kontrol sosial
masyarakat. Kaitannya dengan peraturan desa yang bersifat mengikat maka perumusan
peraturan desa dilakukan secara partisipatif melibatkan seluruh stakeholders
maupun unsur dari masyarakat supaya substansi dari peraturan desa tidak bertentangan
dengan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat sehingga
tidak ada yang saling dirugikan. Selain itu peraturan desa juga merupakan
landasan dan pedoman penyelenggaran pemerintahan desa. Peraturan desa merupakan
hasil dari kebijakan desa
yang dilakukan secara partisipatif, transparansi dan responsif sedangkan, kebijakan
desa diawali dari proses politik atau proses pembuatan kebijakan mencangkup
perumusan peraturan-peraturan dan rencana program kerja yang telah dirangkai
dengan baik sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan yang telah ditetapkan misalkan
seperti peraturan tentang pengelolaan keuangan desa, struktur dan tata kerja
organisasi desa dan peraturan tentang rencana program kerja desa
(RPJMDes,APBDes) serta pembentukan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kebijakan tersebut yang mencangkup
peraturan-peraturan dan rencana program kerja dirumuskan dengan maksud untuk
memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat dan tujuan untuk
kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
a.
Pengertian kebijakan
Secara epistimologi, istilah
kebijakan berasal dari bahasa inggris “policy”.
Akan tetapi, istilah kebijakan sering disamakan dengan istilah kebijaksanaan.
Padahal, apabila dicermati berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan
berasal dari kata “wisdom”.Dalam
konteks tersebut, menunjukkan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah
kebijaksanaan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian
kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih lanjut, sedangkan
kebijakan mencangkup peraturan-peraturan yang ada di dalamnya termasuk konteks
politik. Politik berpengaruh dalam kebijakan karena pada hakikatnya proses
pembuatan kebijakan itu sesungguhnya merupakan sebuah proses politik. Kebijakan
menurut beberapa para ahli antara lain :
·
Menurut Anderson yang
dikutip oleh Wahab (2008:3), perumuskan kebijakan yakni;
“sebagai
langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau
sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang sedang
dihadapi”
·
Menurut Laswell dan Kaplan yang dikutip oleh
M.Irfan Islamy (2004:17) kebijakan yaitu ;
“suatu
program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang terarah”
Dari beberapa uraian di atas, dapat isimpulakn bahwa
kebijakan adalah perumusan peraturan-peraturan dan rencana program kerja yang
telah dirangkai dengan baik sesuai dengan tujuan, nilai-nilai dan
tindakan-tindakan terarah yang telah ditetapkan bersama.
Model-model perumusan kebijakan terdiri dari :
1) Formulasi Kebijakan
Proses pembuatan kebijakan merupakan
proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus
dikaji (Winarno, 2005:28). Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu keputusan
kebijakan mencakup tindakan oleh seorang pejabat atau lembaga resmi untuk
menyetujui, mengubah, atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih.
Adapun tahapan-tahapan dalam
perumusan kebijakan terdiri dari : Perumusan masalah (defining problem),
Agenda kebijakan, Pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah dan penetapan
kebijakan (Winarno, 2002:82-84).
2. Aktor-aktor dalam Formulasi Kebijakan
Perumusan
kebijakan dalam prakteknya akan melibatkan berbagai aktor, baik yang berasal
dari aktor negara maupun aktor non negara atau yang disebut oleh Anderson
(2006: 46-67) sebagai pembuat kebijakan resmi (official policy-makers)
dan peserta non pemerintahan (nongovernmental participants). Pembuat
kebijakan resmi atau disebut pula aktor resmi adalah mereka yang memiliki
kewenangan legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Yang termasuk
dalam aktor resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrasi), presiden
(eksekutif), legislatif dan yudikatif.
c. Nilai-nilai Yang Berpengaruh
Sejalan dengan
yang dikemukakan oleh Samodra Wibawa,.dkk (1994:21) dan James Anderson dalam
Winarno (2002:93-94), Wahab (2002) menekankan perlunya memperhatikan
kriteria-kriteria pokok dalam merumuskan kebijakan yang merupakan bagian
penting dalam analisis kebijakan yaitu (1) nilai-nilai politik; (2) nilai-nilai
organisasi; (3) nilai-nilai pribadi; (4) nilai-nilai kebijakan dan (5)
nilai-nilai ideologis.
Dalam upaya pembuatan peraturan desa tentangRPJMDes, maka penyusunannya
perlu dilakukan secara komprehensif dan partisipatif serta lintas pemangku
kepentingan (stakeholder). Kondisi demikian dapat memicu munculnya
konflik yang terjadi baik di lintas stakeholder maupun potensi konflik
pada tataran proses penyusunannya.
Sinergitas dinamika konflik dan aktor-aktor yang berinteraksi dalam
proses perumusan kebijakan serta nilai-nilai yang berpengaruh, akan
menggambarkan model-model perumusan kebijakan yang digunakan. Perumusan kebijakan,
baik pemerintah desa baik kepala desa maupun BPD, merumuskan berbagai kebijakan memberdayakan, membuat, memantapkan,
menguatkan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kebijakan yang dimaksud antara
lain:
a. Pembuatan
peraturan desa
b.
Pemantapan kerangka aturan desa
b. Penataan
kewenangan dan standar pelayanan minimal desa;
c. Pemantapan
kelembagaan;
d. Pemantapan
administrasi dan keuangan Desa;
e. Peningkatan sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan desa, dan
f. peningkatan kesejahteraan para penyelenggara pemerintahan desa. Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
b. Peraturan Desa
Peraturan merupakan produk hukum yang bersifat mengatur dan mengikat yang harus ditaati demi menciptakan hidup tertib dan teratur.
e. Peningkatan sumber daya manusia penyelenggara pemerintahan desa, dan
f. peningkatan kesejahteraan para penyelenggara pemerintahan desa. Kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
b. Peraturan Desa
Peraturan merupakan produk hukum yang bersifat mengatur dan mengikat yang harus ditaati demi menciptakan hidup tertib dan teratur.
Menurut JOKO UNTORO & TIM GURU INDONESIA (http://carapedia.com//) :
“Peraturan
merupakan salah satu bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Jadi, menaati peraturan
agar semua menjadi teratur dan orang akan
merasa nyaman”.
Sejalan denganpengertian dalam kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI) bahwa ;
“Peraturan adalah ketentuan
yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan
kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus
menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok
ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu”
Dari beberapa uraian
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Peraturan desa merupakan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD yang bersifat
mengatur dan mengikat secara umum dan harus ditaati
demi menciptakan hidup tertib dan teratur.
Peraturan perundang-undangan,dalam konteks negara Indonesia,
adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum.Peraturan desaadalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD.
Peraturan desa merupakan penjabaran lebih
lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dan dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan rancangan peraturan desa. rancangan peraturan pesa diprakarsai
oleh pemerintah desa dan dapat berasal dari usul inisiatif BPD.Penetapan rancangan
peraturan desa yang telah disetujui bersama oleh kepala desa dan BPD disampaikan
oleh Pimpinan BPD kepada kepala desa untuk dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Dalam
penetapan rancangan peraturan desa tersebut menjadi peraturan desa akan dibahas
bersama oleh pemerintahan desa.
Adapun
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa menurut Pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a.
Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal
usul desa;
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;
c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d.
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan
perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Pemerintah Desa
tidak dapat begitu saja membentuk sebuah peraturan desa untuk menjabarkan
sebuah peraturan perundang-undangan ditingkat lebih tinggi jika tidak ada
perintah dari peraturan perundang-undangan atau pendelegasian karena urusan
atau kewenangan asli yang diselenggarakan oleh desa sangat terbatas.
Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan
UU No. 32 Th. 2004 dan PP No. 72 Th. 2005, Peraturan Desa yang wajib dibentuk
berdasarkan PP No. 72 Th. 2005 adalah sebagai berikut ;
1. Peraturan
Desa tentang Pembentukan Dusun (atau sebutan lain)
2. Peraturan
Desa tentang susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa
3. Peraturan
Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
4. Peraturan
Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD)
5. Peraturan
Desa tentang Pengelolaan Keuangan Desa
6. Peraturan
Desa tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (apabila Pemerintah Desa membentuk BUMD)
7. Peraturan
Desa tentang Pembentukan Badan Kerja Sama
8. Peraturan
Desa tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan
Selain peraturan desa yang wajib dibentuk seperti tersebut
di atas, pemerintahan desa juga dapat membentuk peraturan desa yang merupakan pelaksanaan
lebih lanjut dari peraturan daerah dan peraturan perundangundangan lainnya
yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat, antara lain.
1. Peraturan
Desa tentang Pembentukan panitia pencalonan, dan pemilihan Kepala Desa;
2. Peraturan
Desa tentang Penetapan yang berhak menggunakan hak pilih dalam pemilihan Kepala
Desa;
3. Peraturan
Desa tentang Penentuan tanda gambar calon, pelaksanaan kampanye, cara pemilihan
dan biaya pelaksanaan pemilihan Kepala Desa;
4. Peraturan
Desa tentang Pemberian penghargaan kepada mantan kepala desa dan perangkat
desa;
5. Peraturan
Desa tentang Penetapan pengelolaan dan pengaturan pelimpahan/pengalihan fungsi
sumber-sumber pendapatan dan kekayaan desa;
6. Peraturan
Desa tentang Pungutan desa;
Sedangkan, berdasarkan Peraturan Mentri dalam Negeri No. 29 Tahun 2006,tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme
Penyusunan Peraturan Desa dalam membentuk Peraturan Desa harus
berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundangundanganyang baik
meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Jenis
peraturan perundangan pada tingkat desa meliputi :
a. Peraturan desa; dan
b. Peraturan kepala desa
Jenis dan ragam peraturan desa yang disusun dan
ditetapkan bergantung pada kebutuhan penyelenggara pemerintahan di desa..Tingkat
kepentingan ini dilihat dalam kerangka kepentingan sebagian besar masyarakat
agar Peraturan Desa yang dibuat benar-benar aspiratif.Peraturan Desa juga perlu
dibuat karena adanya perintah atau keharusan yang ditetapkan melalui peraturan
yang lebih tinggi.
Proses perumusan Peraturan Desa yang aspiratif antara lain ;
1.
Identifikasi
topik Peraturan Desa oleh Pemerintah Desa atau BPD
2.
Menyusun
kerangka umum Peraturan Desa
3.
Mendiskusikan
kerangka Global dengan masyarakat yang terkait dan berkepentingan.
4.
Membuat rancangan
Peraturan Desa dengan memperhatikan masukan-masukan dari pihak-pihak terkait.
5.
Pembahasan
Bersama oleh BPD dan Pemerintah Desa.
6.
Revisi dan finalisasi
Peraturan Desa dengan memperhatikan hasil aspirasi publik oleh Pemerintah Desa
dan BPD.
Pedoman
Pembentukan dan Mekanisme penyusunan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri UU No. 72/199. Peraturan
Daerah yang mengatur tentang pedoman pembentukan dan mekanisme penyusunan
Peraturan Desa tersebut sekurang-kurangnya memuat:
a. Asas
pembentukan;
b.
Perencanaan penyusunan;
c.
Materi muatan;
d.
Pembahasan dan pengesahan;
e.
Teknik penyusunan;
f.
Penyebarluasan; dan
g.
Partisipasi masyarakat.
Materi muatan peraturan desa adalah seluruh materi
muatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, dan
pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Peraturan
Perundang undangan yang lebih tinggi yang bersifat pengaturan dan penetapan
serta tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.Materi muatan Peraturan Desa dapat memuat masalah-masalah yang
berkembang di desa, antara lain:
a. Menetapkan
ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa,
pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. Menetapkan
segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa;
c. Menetapkan
segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat desa;
d. Menetapkan
segala sesuatu yang memuat larangan, kewajiban dan membatasi serta
membebani hak-hak masyarakat;
e. Ketentuan-ketentuan
yang mengandung himbauan, perintah, larangan atau keharusan untuk berbuat
sesuatu dan atau tidak berbuat sesuatu yang ditujukan kepada masyarakat
desa;
f. Ketentuan-ketentuan
yang memberikan suatu kewajiban atau beban kepada masyarakat;
Dalam era Otonomi Daerah saat ini, desa diberikan kewenangan yang lebih
luas dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Dalam rangka ini,
sejumlah peraturan desa perlu dibuat untuk mengefektifkan implementasi dari
kewenangan tersebut.Penyusunan Peraturan Desa bukanlah
sebuah kegiatan yang dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi tugas yang diemban
oleh Kepala Desa dan BPD, melainkan benar-benar untuk menyelesaikan
permasalahan dan memberikan manfaat bagi masyarakat desa. Peraturan Desa
sebagai salah satu instrumen hukum yang mengatur masyarakat harus memiliki
wibawa sehingga dipatuhi oleh masyarakatnya sendiri.
F.
Definisi Konsep
Konsep
merupakan unsur pokok dalam penelitian,
konsep adalah definisi tersingkat dari sekelompok fakta dan gejala. Konsep
merupakan definisi dari apa yang perlu dicermati, konsep menentukan antar
variable-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris. Definisi konsep
dipergunakan untuk memberikan suatu
batasan dari berbagai konsep secara tegas dan tuntas. Untuk mendapatkan batasan
defenisi yang lebih jelas dari masing-masing konsep, maka penulis mengemukakan
defenisi dari beberapa konsep yang digunakan yaitu:
1.
Dinamika
Adalah sesuatu yang
mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak atau, dinamis serta dapat
menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan.
2. Pemerintahan
Desa
a. Kepala
Desa
Kepala Desa adalah penyelenggara
pemerintahan di desa yang dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga
Negara Republik Indonesia.
b.
Badan
Pemusyawaratan Desa (BPD)
BPD
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan berfungsi
menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
3. Peraturan Desa
a. Kebijakan
adalah perumusan peraturan-peraturan dan rencana program kerja yang telah
dirangkai dengan baik sesuai dengan tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan
terarah yang telah ditetapkan bersama.
b.
Peraturan desa adalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD yang bersifat
mengatur dan mengikat secara umum dan harus ditaati
demi menciptakan hidup yang tertib dan teratur.
G.
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel. Sedangkan arti dari variabel itu
sendiri adalah suatu karakteristik yang mempunyai variasi nilai atau ukuran.
Untuk menggambarkan dinamika hubungan BPD dan Kepala Desa dapat dilihat
dari indikator sebagai berikut :
1) Kegiatan
yang dilakukan oleh BPD dan Kepala Desa dalam pembuatan peraturan desa
1.1
Identifikasi
topik Peraturan Desa
1.2
Menyusun
kerangka umum Peraturan Desa
2) Penggunaan kekuasaan
yang dimiliki oleh BPD dan Kepala Desa dalam pembuatan peraturan desa
2.1
Pembahasan
rancangan peraturan desa di BPD
2.2
Pembahasan rancangan peraturan desa di
Pemerintah Desa
2.3
Pembahasan
rancangan peraturan desa oleh BPD dan
Pemerintah Desa
3) Penyesuaian diri yang
dilakukan oleh BPD dan Kepala Desa dalam Pembuatan Peraturan
Desa.
3.1.Membuat rancangan Peraturan Desa dengan memperhatikan masukan-masukan
dari pihak-pihak terkait.
3.2.Revisi dan finalisasi Peraturan Desa dengan memperhatikan hasil aspirasi
publik oleh Pemerintah Desa dan BPD.
H.
Metode Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian
ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang berupaya mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana
adanya, untuk itu peneliti dibatasi hanya mengungkapkan fakta-fakta dan tidak
menggunakan hipotesa (Moleong, 2006 : 11). Penelitian deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu dan keadaan sosial yang
timbul dalam masyarakat untuk dijadikan sebagai obyek penelitian. Dalam
penelitian ini dikhususkan untuk menggambarkan hubungan kepala desa dan BPD
dalam Perumusan Peraturan Desa di Desa.....Kec...Kab...
Dasar
penelitian yang dilakukan adalah case study yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis suatu peristiwa atau proses
tertentu secara mendalam dengan memilih data atau ruang lingkup terkait dengan
fokus penelitian dengan sampel yang dianggap representatif.
2. Unit Analisis
Lokasi penelitian adalah di Desa...... Kec....... Kab... Provinsi .Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian
ini antara lain :
a.
Badan
Permusyawarata
Desa(BPD) Jumlah : 4 orang
b.
Kepala
Desa Jumlah
: 1 orang
c.
Sekertaris Desa
(Sekdes) Jumlah
: 1 orang
d.
Kabag. Pemerintahan Jumlah : 1 orang
e.
Kaur.Umum Jumlah
: 1 orang
f.
Kaur. Pembangunan Jumlah : 1 orang
g.
Kepala Dusun Jumlah
: 2 orang
h.
Ibu PKK Jumlah
: 1 orang
i.
Tokoh
Masyarakat Jumlah
: 4orang
Dengan demikian jumlah responden adalah 16
(enam belas)
orang dengan teknik pengambilan responden adalah secara purposive sesuai dengan tujuan penelitian.
3.
Sumber
Data
a.
Data
Primer
Data
primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden baik melalui
wawancara, observasi maupun dokumentasi.
b.
Data
Sekunder
Data
Sekunder yaitu data yang diperoleh dengan membaca buku
literatur-literatur,dokumen resmi, peraturan
perundangan yang berkaitan.
I.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah
merupakan usaha untuk mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan
penelitian yang dapat berupa data, fakta, gejala, maupun informasi yang
sifatnya valid (sebenarnya), realible (dapat dipercaya), dan objektif (sesuai
dengan kenyataan).
adalah
metode pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala
subjek yang diteliti, baik pengamatan itu dilakukan dalam situasi buatan maupun
situasi yang sebenarnya yang khusus diadakan. Dalam observasi ini peneliti akan
mengamati secara langsung bagaimana hubungan kepala desa dan BPD dalam
perumusan peraturan desa.
b.
Wawancara
Metode wawancara (interview) adalah pengumpulan data
dimana peneliti mengunpulkan data dengan jalan mengadakan komunikasi secara
langsung dengan subjek penelitian di lokasi penelitian.
Wawancara ini dilakukan karena peneliti ingin
mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam mengenai dinamika hubungan
BPD dan Kepala Desa dalam perumusan peraturan desa terutama kepada responden yang
mempunyai peran kunci yaitu anggota BPD dan Kepala Desa.
c.
Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data
didasarkan pada dokumen-dokumen atau catatan-catatan terakhir yang ada pada
daerah penelitian.
Data dapat diperoleh melalui catatan-catatan resmi,
seperti Undang-Undang, Media cetak maupun media elektronik.
J.
Teknik Analisis Data
Analisis data ialah proses mengatur urutan data, mengorganisir ke dalam
suatu pola, kategori dan uraian dasar yang membedakan dengan penafsiran, yaitu
memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan uraian-uraian
dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.
Untuk menganalisa data, maka penyusun menggunakan analisis data secara
kualitatif, artinya suatu data yang dianalisa dengan tidak menggunakan data
statistik, namun hanya menggunakan pengukuran yang benar, sehingga dapat
dipercaya dan valid hasilnya. Dalam menganalisia data, penyusun akan berpedoman
pada langkah-langkah berikut ini :
1.
Pengumpulan
data
Disini penyusun akan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan.
2.
Penilaian
data
Dalam tahap ini data yang diperoleh
dari berbagai sumber akan diteliti dengan memperhatikan prinsip validitas,
sehingga data yang relevan saja yang akan digunakan.
3.
Penafsiran
data
Selanjutnya, akan dilakukan analisa data dan interpretasi terhadap
berbagai fenomena, gambaran dan hubungan sebab akibat dari faktor-faktor yang
akan diteliti. Dalam menganalisis data penyusun menggunakan pendekatan interpretative.
DAFTAR PUSTAKA
· Buku :
Dwipayana, AAGN
Ari dkk,2003.“Membangun Good Governance di Desa”
Yogyakarta,
IRE Press.
Islamy,
2004.“Prinsip-Prinsip perumusan Kebijakan
Negara”,Jakarta, Bumi Aksara.
MoleongLexi j, 2006. “MetodePenelitianKualitatif” Bandung, PT .RemajaRosdkarya.
Suparin, 1985. “Tata
Pemerintahan dan Administrasi Desa”, Jakarta, Ghalia.
Winarno, 2002. “Kebijakan Publik, Teori dan Proses “, Jakarta, Persindo.
Widjaja, 2001. “Pemerintah Desa/Marga”, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada.
Wahab, Solichin
Abdul, Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi
· Peraturan Perundangan
:
Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 TentangPemerintahan
Daerah
Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Tetang
Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2006
( KamusInternasionalPopuler, 2002:
99 )