I. PENGERTIAN DASAR
Istilah fasilitasi dan fasilitator tidak
muncul begitu saja. Fasilitasi menjadi
bagian penting dalam proses pembelajaran sosial dalam arena pemberdayaan
masyarakat secara luas. Kedua istilah itu mungkin baru populer selama satu
dekade terakhir, yang terkait dengan tiga isu besar.
Pertama, berkembangnya paradigma pembangunan yang
berpusat pada rakyat (people centered development) atau yang lebih
populer sekarang adalah pemberdayaan masyarakat. Dahulu dimasa Orde
Pembangunanisme kerja-kerja pembangunan biasanya membutuhkan pembinaan
dan para aktor yang disebut pembina, penyuluh atau juru
penerang untuk melakukan transfer pengetahuan kepada masyarakat. Istilah
aktor-aktor ini sangat populer bagi masyarakat, apalagi bagi warga STPMD
"APMD" yang terbiasa melakukan kegiatan penyuluhan ketika
mengemban darma pengabdian kepada masyarakat. Sejak awal “kampus pembangunan”
ini bercita-cita mencetak “kader-kader pembangunan” yang kelak bertugas sebagai
tenaga penyuluh atau juru penerang bagi masyarakat. Karena itu mahasiswa perlu
dibekali pengetahuan yang terkait dengan penerangan atau penyuluhan.
Dahulu, dalam kehidupan
sehari-sehari, orang bisa melihat para penyuluh berseragam yang dimobilisir
oleh sejumlah instansi pemerintah: Departemen Penerangan punya juru penerang,
kecamatan juga punya juru penerang, BKKBN punya PLKB, Departemen Pertanian
punya PPL, dan lain-lain. Mereka melakukan penerangan/penyuluhan ke seluruh
penjuru tanah air untuk memberi ceramah pada masyarakat, agar warga tahu, sadar
dan tunduk. Konon ada asumsi bahwa masyarakat itu bodoh dan kurang sadar,
sehingga perlu “dibina” atau “disuluh” oleh para orang-orang hebat yang dibayar
oleh pemerintah.
Sekarang paradigma itu berbalik.
Kini muncul ortodoksi baru bahwa masyarakat itu tidak bodoh sehingga tidak
perlu digurui, masyarakat itu punya kearifan lokal yang perlu dikembangkan;
masyarakat itu punya potensi dan kreativitas yang perlu dibangkitkan. Karena
itu yang dibutuhkan bukan para penyuluh atau pembina, tetapi para fasilitator
atau katalisator, pembelajar atau komunikator katalis. Oleh karena itu,
sekarang banyak program pembangunan yang digalakkan pemerintah telah
mengintrosudir fasilitator. Misalnya Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang
difasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan dan Fasilitator Desa.
Tentang Penyuluhan
·
Para penyuluh menganggap bahwa warga masih bodoh atau belum sadar.
·
Para penyuluh memberi tahu dan “menyadarkan” masyarakat, ketimbang membantu masyarakat
menyelesaikan masalahnya.
·
Para penyuluh melakukan indoktrinasi ketimbang belajar bersama dengan
warga masyarakat.
·
Para penyuluh mencekoki pengetahuan ketimbang membangkitkan
pengetahuan warga.
·
Penyuluhan berlangsung dalam kondisi yang timpang antara yang
menyuluh dengan yang disuluh.
·
Penyuluhan menggunakan metode ceramah yang monologis ketimbang
diskusi yang dialogis.
·
Penyuluhan lebih mengarah pada mobilisasi ketimbang partisipasi.
·
Penyuluh mengabdi pada negara, bukan pada kepentingan masyarakat.
·
Penyuluhan tidak peka terhadap masalah pokok yang dihadapi masyarakat.
·
Penyuluhan melakukan pembodohan ketimbang pembelajaran dan
pemberdayaan.
|
Tentang Khotbah
Khotbah di Masjid atau di arena pengajian
juga identik dengan penyuluhan. Ia adalah sebuah metode dakwah untuk
mengajarkan syariat Islam kepada pemeluknya. Khotbah umumnya indoktrinasi.
Sejak dulu substansi dan metode dakwah lewat khotbah tidak
pernah berubah. Metode itu telah berhasil membuahkan kepatuhan ideologis,
menjadikan pemeluk Islam formalis (skripturalis) ketimbang Islam substantif,
dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang religius. Tetapi dibalik itu
semua, tidak diikuti pemberdayaan umat Islam secara signifikan dan juga tidak
diikuti oleh menurunnya korupsi meski bangsa ini sangat religius. “Indonesia
adalah bangsa yang mayoritas Islam dan sangat religius, tetapi mengapa
korupsinya sangat parah”, demikian tutur Rektor IAIN Sunan Kalijaga dalam
sebuah kesempatan. Selain korupsi juga terjadi praktik-praktik kekerasan yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial yang membawa panji Islam. Ngeri! Lantas
Nurcholish Madjid menjawabnya secara enteng, “Korupsi itu terjadi karena
Islam-nya tidak substantif”. Oleh karena itu, ada tantangan besar yang
dihadapi Islam, yaitu mentransformasikan dari Islam formalis ke Islam
substantif. Sudah seharusnya dakwah mengembangkan metode-metode diskusi yang
dialogis dan terbuka untuk mengkaji dan menagangani masalah ketidakberdayaan
umat, serta menjadikan Islam bukan terbatas pada kegiatan ritual tetapi
sebagai kekuatan gerakan sosial untuk pemberdayaan umat dan transformasi
sosial di Indonesia.
|
Kedua, istilah fasilitasi dan fasilitator tidak
lepas dari berkembangnya semangat pendidikan orang dewasa (andragogi) untuk
mengimbangi (jika bukan untuk menggeser) semangat pendidikan konvensional
(pedagogi). Sekarang terus berkembang semangat “pembelajaran” untuk menggeser
semangat “pengajaran”. Sebenarnya ide ini sudah lama muncul mengikuti para
penganjur semangat “pendidikan pembebasan” seperti Paulo Freire dan Ivan
Illich. Andrias Harefa (2000), misalnya, termasuk “pembelajar” yang menekankan
arti pembelajaran (bukan pengajaran) sebagai proses untuk membentuk
karakter/watak, mendewasakan, memandirikan, memberdayakan dan memerdekakan.
Yang lebih dibutuhkan di sini bukanlah para pengajar, tetapi para
guru-fasilitator yang mendampingi orang-orang yang tengah belajar.
…pendidikan adalah proses pembelajaran.
Pembelajaran bertanggungjawab untuk belajar menjadi (learning to be).
Dengan demikian, pembelajaran bertanggungjawab untuk “melahirkan” pemimpin
sejati, manusia-manusia yang siap menjadi dirinya sendiri, juga siap belajar
karena telah melewati proses belajar bagaimana belajar, juga sudah belajar
bagaimana berurusan dengan orang-orang, menjalin hubungan antar subyek
(Andrias Harefa, 2000).
|
Ketiga,
berkembangnya konsep fasilitasi dan fasilitator juga berbarengan dengan
pergeseran dari kepemimpinan konvensional atau kepemimpinan tradisional menuju
kepemimpinan fasilitatif (Roger M. Schwarz, 1994) atau kepemimpinan
transaksional-transformasional-visioner (Andrias Harefa, 2000). Paradigma
kepemimpinan tradisional-konvensional lekat dengan kekuasaan, jabatan formal,
kewenangan, hirarkhis, sentralisasi dan lain-lain. Tugas pemimpin adalah
memerintah, mengambil kebijakan dan memobilisasi para pengikutnya. Paradigma
kepemimpinan baru didasarkan pada keyakinan bahwa kepemimpinan lebih bernuansa
kultural (ketimbang birokratis), ahirarkhis, dan otoritas yang bersifat relatif
dan kontraktual, sehingga bisa diperdebatkan dan digugat. Nuansa informal jauh
lebih kental, dan kepemimpinan telah menjadi sesuatu yang lebih inklusif. Kalau
pemimpin kolot menjalankan fungsi memerintah dan mobilisasi, maka pemimpin baru
memainkan peran sebagai fasilitator atau katalisator, yang menjadi jembatan
interaksi antarorang, membangkitkan semangat dan kreativitas orang.
|
Pengertian
Pengertian
fasilitasi dan fasilitator punya dimensi luas sekali, seperti halnya tiga
konteks di atas yang mendorong perkembangan kedua konsep itu. Fasilitasi
berasal dari kata facilis (Perancis), yang berarti “memudahkan”,
sehingga fasilitator adalah aktor yang punya peran memudahkan (Rizal
Panggabean, 1999). Tetapi fasilitasi jangan dimaknai secara sempit, yaitu
memberikan fasilitas-fasilitas material atau fisik pada orang lain.
Fisilitasi akan (selalu) berkenaan
dengan kelompok. Fasilitasi adalah sebuah proses dimana seseorang yang dapat
diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan
tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu
kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai
masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok
itu (Roger M. Schwarz, 1994: 4). “Intervensi” berarti masuk ke wilayah sistem
yang sudah berjalan untuk sebuah upaya membantu mereka yang berada dalam
sistem.
Menurut Tim Kennedy (1992),
fasilitasi adalah sebuah proses perubahan yang berlangsung bersamaan dengan
pengorganisasian dan mobilisasi kompetensi anggota komunitas. Bagi Kennedy,
fasilitasi bisa menjamin akuntabilitas, mendorong solusi pembangunan berbasis
komunitas, dan bisa mendorong keberlanjutan program karena warga masyarakat
terlibat dalam setiap prosesnya.
Tafsir tentang Fasilitasi
·
Fasilitasi adalah kegiatan memudahkan pembelajaran.
·
Fasilitasi dalah intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki
cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat
keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu
·
Fasilitasi adalah kegiatan menengahi (mediasi) di antara kelompok
yang saling bertikai.
·
Fasilitasi adalah kegiatan membangkitkan pengetahuan, ide dan
kreativitas orang lain.
|
Fasilitasi dan mediasi sering
dipertukarkan, tetapi keduanya berbeda. Mediasi sebenarnya merupakan sebuah
intervensi ke dalam pertikaian atau negosiasi oleh pihak ketiga yang diterima
dan netral, yang tidak mempunyai
kewenangan mengambil keputusan. Fasilitasi dan mediasi memiliki kesamaan bahwa
keduanya memasukkan intervensi oleh pihak ketiga yang diterima dan netral.
Tetapi keduanya punya perbedaan pada tiga sisi.
Pertama, dari sisi tujuan. Tujuan mediasi adalah
membantu pihak-pihak yang bernegosiasi untuk mencari penyelesaian konflik.
Fasilitasi bertujuan membantu kelompok membicarakan dan menyelesaikan masalah
dan pembuatan keputusan. Kedua, dari sisi masuknya ke dalam proses.
Mediator masuk atau diundang oleh pihak-pihak yang bertikai ketika mereka
mengalami kemandegan dalam bernegosiasi. Fasilitator bisa masuk kapan saja.
Ketiga, dari sisi kontrol terhadap proses. Mediator
melakukan kontrol terhadap proses lebih besar ketimbang fasilitator. Mediator
harus lebih ketat dalam memainkan peran memediasi pihak-pihak yang bertikai,
misalnya mengatur betul siapa yang berbicara dalam forum. Sementara fasilitator
dan peserta forum bersama-sama mengontrol kegiatan fasilitasi.
Fasilitasi berkenaan dengan tiga
hal penting yang harus diperhatikan oleh fasilitator:
1. Substansi: berkenaan dengan “apa yang
dibicarakan” dalam kelompok atau forum, seperti konsep, pengalaman, pandangan
dll.
2. PROSES: berkenaan dengan “bagaimana
melakukan atau membicarakan”, yaitu bagaimana metode yang diterapkan oleh
fasilitator, bagaimana partisipasi peserta dalam kelompok, bagaimana mereka
mengungkapnya gagasannya, bagaimana mereka membuat kesepakatan dan lain-lain.
Proses tidak kalah pentingnya dibanding substansi. Jika prosesnya jelek, maka
tujuan fasilitasi kelompok (forum) akan gagal juga. Proses fasilitasi yang baik
akan kita bahas dalam konteks metode diskusi dan petunjuk untuk fasilitator.
3. HUBUNGAN: berkenaan dengan hubungan
antarpeserta, antara peserta dengan fasilitator, antara peserta dengan panitia
dan lain-lain. Fasilitasi yang baik
membutuhkan kedekatan hubungan antarapeserta dan antara peserta dengan
fasilitator, hubungan yang setara (tidak dominatif), terbuka, akrab, informal,
saling menghormati, dll.
Ilustrasi 1:
Memfasilitasi Forum Penanganan Sampah
Bagaimana substansi, proses dan
hubungan dimasukkan dalam kerangka forum penanganan sampah di tingkat
komunitas? Bagaimana kalau hal itu dimainkan oleh para penyuluh, dan sebaliknya
oleh fasilitator? Kalau menggunakan metode penyuluhan, maka penyuluh akan
melakukan ceramah pada warga masyarakat agar sadar dan mengelola sampah dengan
baik. Sang penyuluh misalnya menunjukkan betapa bahayanya bila sampah tidak
dikelola dengan baik, sampai cara-cara praktis mengelola sampah. Dalam forum
memang ada beberapa tanya-jawab. Tetapi selesai ceramah tidak membuahkan
“kontrak sosial” warga untuk menangani masalah sampah.
Dari segi substansi kegiatan penyuluhan itu
sudah jelas. Tetapi dari sisi proses dan hubungan, penyuluhan tersebut miskin.
Lain lagi dengan kegiatan fasilitasi yang
partisipatif. Fasilitator datang ke dalam forum dengan membawa misi: membantu
warga berdiskusi untuk membangun kesepakatan penanganan sampah. Sang
fasilitator sejak awal sudah mendisain tempat duduk yang memungkinkan setiap
orang bisa saling melihat dan memperhatikan. Dia tidak membuka forum dengan
ceramah, melainkan bertanya tentang apa sasaran pertemuan itu, dan dilanjutkan
dengan pertanyaan tentang masalah sampah yang dihadapi oleh warga masyarakat.
Hampir semua hadirin menyatakan pendapatnya. Fasilitator kemudian mengarahkan
supaya para peserta membangun kesepakatan yang baik untuk menangani sampah
secara partisipatif dan bersama-sama.
Substansinya sama: menangani sampah. Tetapi fasilitasi
sangat memperhatikan proses dan hubungan. Fasilitator sejak awal mendesain
supaya hubungan antar seluruh peserta bersifat setara dan terbuka. Prosesnya
pun terbuka, dialogis dan partisipatif. Para peserta bisa menyampaikan
aspirasinya secara terbuka, semuanya jadi plong, dan mau memgambil
kesepakatan bersama untuk menangani sampah.
Dengan demikian, fasilitasi lebih efektif dan
berhasil ketimbang penyuluhan dalam menangani masalah sampah.
Selain itu, dalam proses
fasilitasi juga harus memperhatikan tiga nilai inti (core value),
seperti tertuang dalam tabel 1.
Nilai Inti
|
Deskripsi
|
Informasi yang valid
|
¨ Orang memberi informasi yang
relevan.
¨ Orang memberi informasi dengan
cara yang dapat dipahami orang lain.
¨ Orang memberi informasi dengan
cara yang memungkinkan orang lain bisa menilai secara independen dan terbuka
terhadap informasi itu.
¨ Orang terus mencari informasi
baru untuk menilai apakah keputusan sebelumnya harus dirubah atau tetap
dipertahankan.
|
Pilihan yang bebas
|
¨ Orang merumuskan sendiri sasaran
dan metode pencapaian
¨ Orang tidak dipaksa, diancam,
direkayasa, atau dimanipulasi.
¨ Orang menentukan pilihan
berdasar pada informasi yang valid.
|
Komitmen internal pada pilihan
|
¨ Orang merasa handarbeni
dan bertanggungjawab atas pilihan, keputusan dan kesepakatan.
¨ Orang memutuskan pilihan secara
sadar dan menyenangkan, bukan terpaksa.
|
Sumber: Roger M. Schwarz, The Skilled
Facilitator, 1994: 9.
Fasilitasi Kelompok
Fasilitasi
sering berbeda-beda tergantung pada karakteristik kelompok. Paling tidak ada
empat karakteristik kelompok yang harus dicermati.
1. Kelompok permanen yang dibangun
oleh ikatan kolektif dalam sebuah komunitas. Para anggota kelompok ini saling
hidup berdampingan setiap hari, yang saling berinteraksi, saling membantu, dan
lain-lain. Contoh komunitas RT, masyarakat adat, dll.
2. Kelompok-kelompok asosiasional yang melintasi batasan-batasan
etnis, genealogis, agama, dll. Keanggotaan dalam kelompok ini bersifat sukarela
dan terbuka, yang diikat berdasarkan profesi yang sama. Contohnya asosiasi
pedagang kaki lima, asosiasi perangkat desa, asosiasi pengusaha, dll.
3. Kelompok yang beroperasi dalam
konteks organisasi tertentu, yang membutuhkan pengelolaan transaksi
antarindividu dan antarkelompok dalam organisasi. Misalnya kelompok UKM,
Majelis Mahasiswa, Dewan Mahasiswa, Jurusan, BPH, Pengurus Yayasan, dan
lain-lain.
4. Kelompok ah hoc atau
sementara yang disiapkan oleh orang atau institusi tertentu. Orang-orang yang
bergabung dalam kelompok ini bersifat majemuk, pola hubungannya bersifat
longgar, tidak mengikat, dan mereka hanya menjadi sebuah kelompok belajar
sementara yang tidak terwadahi dalam kelompok yang teroganisir. Contoh yang
paling nyata adalah forum diskusi yang mewadahi orang-orang dari berbagai
lembaga. Lain lagi persoalannya jika forum diskusi itu berasal dari sebuah
lembaga yang sama.
Perbedaan kelompok itu membawa
konsekuensi perbedaan fasilitasi atau intervensi yang dilakukan oleh
fasilitator. Secara metodologis, misalnya, kelompok satu sampai tiga membutuhkan
keterlibatan (involvement) dan empati secara intensif dari fasilitator.
Kelompok-kelompok itu adalah konstituen tetap fasilitator yang harus dijaga dan
didampingi terus-menerus. Tugas fasilitator tidak hanya datang sekali atau dua
kali, tetapi hadir secara intens memfasilitasi diskusi awal, sampai action
plan, pelaksanaan, monitoring, dan seterusnya. Sedangkan kelompok empat (ad
hoc) tidak terlalu butuh empati dan involvement fasilitator yang
terlalu dalam. Tugas utama fasilitator adalah memandu jalannya diskusi,
mengarahkan alur diskusi sesuai dengan kerangka awal, membangkitkan pengetahuan
dan wawasan peserta forum, dan membingkai kembali berbagai pendapat forum. Jika
pendekatan fasilitator terhadap keloompok satu sampai tiga butuh involvement
secara intens, maka forum diskusi membutuhkan kelihaian berkomunikasi,
kepekaan terhadap isu yang dibicarakan dan keterampilan mengelola forum.
Seluk-Beluk Fasilitasi
Sebagai
bagian dari komunikasi partisipatoris, fasilitasi merupakan sebuah proses
metodologis yang melibatkan orang dalam sebuah cara interaktif, membuat
sumberdaya komunikasi dapat dijangkau mereka secara langsung. Komunikasi
komunitas yang partisipatoris bertujuan untuk membuka kesempatan dialog dalam
konteks komitmen dan perhatian terhadap pembangunan, yang secara potensial bisa
membangkitkan rasa percaya diri, rasa memiliki, harga diri, identitas, dan lain-lain. Dalam konteks skenario itu,
fasilitator memainkan peran penting untuk transformasi dan pemberdayaan
masyarakat.
Hasil utama fasilitasi partisipatif bagi
masyarakat adalah membangun kesadaran melalui refleksi kritis tentang kondisi
mereka sendiri, yang bakal mengarah pada suara yang bermakna bagi tindakan
sosial.
|
Fasilitasi juga berkenaan dengan
proses memudahkan atau memperlancar kelompok atau forum bisa belajar bersama
untuk:
¨ Diagnosis fakta dan pengalaman.
¨ Identifikasi masalah.
¨ Tukar gagasan dan pandangan
tentang isu atau masalah tertentu.
¨ Mencari solusi alternatif untuk
pemecahan masalah.
¨ Pengambilan kesepakatan atau
keputusan bersama.
¨ Pengaktifan peran kelompok dan
anggotanya untuk bertindak.
¨ Pengelolaan konflik.
Menurut Roger M. Schwarz,
fasilitasi dibagi menjadi dua: fasilitasi dasar dan fasilitasi lanjutan.
Tabel 2
Fasilitasi dasar dan lanjutan
Karakteristik
|
Fasilitasi Dasar
|
Fasilitasi Lanjutan
|
Tujuan kelompok
|
Menyelesaikan masalah utama
|
Menyelesasikan masalah dan sekaligus
belajar memperbaiki “proses” (pendekatan, metode) penyelesaian masalah itu.
|
Peran fasilitator
|
·
Membantu kelompok memperbaiki proses secara temporer.
·
Mengambil peran sebagai penanggungjawab utama mengelola proses
kelompok.
|
·
Membantu perbaikan proses penyelesaian masalah secara permanen.
·
Membagi tanggung jawab untuk mengelola proses kelompok.
|
Hasil kelompok
|
Tergantung pada fasilitator untuk
penyelesaian problem masa depan.
|
Mengurangi ketergantungan pada fasilitator
untuk penyelesaian problem masa depan.
|
|
Tugas dan Peran Fasilitator
Tugas fasilitator adalah membantu
kelompok memperbaiki proses alur komunikasi yang valid, menentukan pilihan yang
bebas, dan komitmen internal terhadap pilihan itu. Dalam konteks ini ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan.
·
Fasilitator
bukan anggota kelompok.
·
Fasilitator
tidak punya peran dalam konten pengambilan keputusan.
·
Fasilitator
bukan sekadar tenaga pencatat bagi kerja kelompok.
·
Fasilitator
bukan seorang perantara antara kelompok dengan organisasi yang lebih besar.
·
Fasilitator
bukanlah seorang jaksa.
·
Fasilitator
tidak mengambil alih peran atau tanggungjawab kelompok yang difasilitasi.
Fasilitator sangat berbeda dengan
advokat. Tabel 3 menggambarkan perbedaan antara fasilitator dengan advokat.
Tabel 3
Perbedaan Fasilitator dan Advokat
Kriteria
|
Fasilitator
|
Advokat
|
Konteks
|
·
Terkait dengan organisasi, kelompok atau institusi yang secara
fundamental komit terhadap pembangunan yang berpusat pada manusia.
·
Fokus mencakup pengembangan kapasitas, pemberdayaan, pelatihan dan
fasilitasi, pengembangan hubungan kolaboratif, dan proses pembelajaran
·
Proses pembelajaran bersama menjadi aspek sangat penting.
·
Agenda dirumuskan dalam proses belajar bersama.
|
·
Secara umum terkait dengan organisasi, kelompok atau institusi yang
sudah mempunyai rumusan tujuan, sasaran dan agenda sendiri.
·
Fokus wilayah dan spesialisasi mencakup riset, dokumentasi, training,
aktivitas media, adopsi pemikiran dan praktik.
·
Produk atau hasil merupakan aspek yang sangat penting, yang biasanya
sudah ditentukan sebelumnya.
·
Agenda didefinisikan oleh hasil produk.
|
Masalah
|
·
Masalah dirumuskan oleh komunitas
·
Fasilitator melakukan eksplorasi, pemahaman, dan mendefinisikan
masalah.
·
Mendorong komunitas mencari informasi yang dimiliki dengan rangsangan
refleksi dan diskusi kritis.
|
·
Masalah dirumuskan oleh advokator atau orang luar.
·
Advokator sering memberi informasi pada anggota komunitas tentang
masalah yang bisa dirumuskan.
·
Promosi penyebaran dan transfer pengetahuan dari ahli atau kekuatan
luar.
|
Pendekatan
|
·
Proses dimulai dari komunitas.
·
Keyakinan dasarnya adalah bahwa komunitas punya kemampuan bekerjasama
dan menyelesaikan masalah sendiri.
·
Solusi atas masalah muncul dari konteks lokal.
|
·
Proses dimulai dari organisasi atau institusi luar.
·
Keyakinan dasarnya adalah bahwa solusi pemecahan masalah lebih baik
dari luar.
·
Solusi tidak dibangun dari konteks lokal.
|
Strategi
|
·
Fasilitator merangsang refleksi dan dialog kritis untuk pembangunan
masyarakat secara berkelanjutan.
·
Mendorong rakyat menemukan dan memakai suara mereka sendiri untuk
menilai informasi atau kebijakan.
|
·
Transfer dan mengkomunikasikan informasi dari advokator ke komunitas.
·
Menyaring dan mengontrol informasi yang disebarkan ke masyarakat.
|
Hasil yang diharapkan
|
·
Mendorong tindakan lokal yang tepat untuk meningkatkan kapasitas
komunitas lokal.
·
Memperbaiki kemampuan pembuatan keputusan lokal.
·
Memperkuat komitmen dan kesadaran komunitas lokal.
·
Menjaga kesinambungan kegiatan yang dikelola dan diarahkan secara
mandiri oleh komunitas lokal.
|
·
Hasil cenderung tidak tepat karena dibangun atas dasar agenda yang
sudah ditentukan sebelumnya.
·
Cenderung memperlemah kapasitas pembuatan keputusan komunitas lokal.
·
Cenderung menghasilkan sikap saling melepaskan dan ego yang tinggi
antarindividu.
·
Tidak berkelanjutan karena ada ketergantungan.
|
Sikap dan Nilai
|
·
Menghormati pemikiran dan pengetahuan orang yang tengah berlajar.
·
Melihat dirinya sendiri sebagai orang yang tengah belajar.
·
Menghargai partisipasi orang yang belajar.
·
Tidak mengklaim lebih hebat dan mempunyai jawaban atas masalah atau
kebutuhan komunitas lokal.
|
·
Menonjolkan pemikiran personal atau lembaga yang sering berlindung
atau mengatasnamakan rakyat.
·
Tidak melihat kebutuhan untuk bekerjasama karena peran mereka adalah
penyebaran pengetahuan dan informasi.
·
Tidak membutuhkan partisipasi orang yang tengah belajar.
·
Mengklaim punya pengatahuan banyak yang perlu ditransfer ke
masyarakat.
|
Sumber: Shirley A. White, (ed.), The Art
of Facilitating Participation (London, New Delhi: Sage Publications, 1999),
hal. 62-63.
II.
Metode Fasilitasi Forum
Bentuk forum sangat beragam, ada
seminar, simposium, konferensi, konggres, musyawarah, lokakarya,
pelatihan, perencanaan strategis, dll.
Berikut
akan digambarkan tiga bentuk fasilitasi forum:
diskusi, lokakarya dan action plan.
FORUM DISKUSI
Diskusi adalah sebuah metode
fasilitasi forum dialog untuk memperdalam wawasan dan kreativitas peserta forum
tentang topik tertentu atau pengalaman bersama. Diskusi mewadahi para peserta
forum saling menyumbangkan banyak pandangan yang beragam.
Diskusi
memberikan/melakukan sebuah struktur komunikasi efektif dalam sebuah forum,
yang:
·
Mewadahi semua peserta forum
memberikan kontribusi dan partisipasi.
·
Menyelenggarakan berlangsungnya
dialog yang terfoikus dan bermakna.
·
Mengundang berbagai pendapat
beragam pada topik khusus.
·
Memperdalam wawasan kolektif
peserta forum.
·
Menghasilkan gagasan yang
jernih dan kesimpulan bersama.
·
Merumuskan secara jernih dan
tegas tentang keputusan dan tindakan.
Diskusi menjadi basis:
·
Pengumpulan data atau fakta
yang terkait dengan tema diskusi.
·
Memperluas jangkauan pandangan
dan gagasan.
·
Pembicaraan secara serius
tentang isu-isu yang sulit dan rumit.
·
Refleksi atas peristiwa dan
pengalaman penting.
·
Pencapaian pengetahuan tentang
isu-isu dan problem besar.
·
Pengambilan keputusan untuk
bertindak.
Bagaimana Diskusi Bekerja?
|
ALUR DAN PROSES DISKUSI
1. Mendefinisikan Sasaran (Objective)
|
2. Konteks (Pembukaan)
·
Pastikan sebuah iklim pembukaan
dalam forum, dimana semua peserta bisa saling melihat satu sama lain.
·
Pastikan bahwa tidak ada
interupsi sebelum sessi dimulai.
·
Berikan ucapan selamat datang
dan terima kasih kepada peserta forum.
3. Level Sasaran (Objective) Mencari Fakta/Data
·
Sampaikan kepada peserta
tentang tema dan arah diskusi.
·
Sampaikan kepada peserta forum bahwa metode
diskusi bersifat partisipatif, semua peserta adalah narasumber yang bisa saling bertukar pikiran.
·
Kalau ada narasumber,
perkenalkan dia pada peserta.
·
Sampaikan kepada forum bahwa
narasumber bukan fokus diskusi.
·
Sampaikan kepada forum bahwa
tugas-tugas utama narasumber adalah: memancing pembicaraan dengan konsep dan
isu yang bisa diperdalam forum; sebagai “kamus berjalan”.
·
Sampaikan secara taktis dan
singkat beberapa pertanyaan kunci yang nanti dijawab oleh narasumber dan
peserta.
·
Jika tidak ada narasumber,
langsung saja sampaikan beberapa pertanyaan kunci kepada peserta.
·
Sampaikan pertanyaan kepada
peserta apa yang mereka ketahui, apa yang mereka lihat, dengar dan alami,
respon terhadap peristiwa.
|
4. Level Reflektif
Level ini berkaitan
dengan emosi dan sikap kelompok terhadap isu,
masalah atau data yang sudah dibicarakan dalam level sasaran. Tetapi
terkadang level ini sering dilewati dalam alur diskusi. Biasanya fasilitasi
masuk ke persoalan pengalaman peserta dalam memecahkan masalah yang dialami.
Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi atas solusi pemecahan masalah yang sudah
dialami. Dengan kata lain, level ini berbicara tentang refleksi atas pengalaman
sebelumnya, untuk melangkah terhadap pembicaraan solusi berikutnya yang lebih
baik.
5.
Level Interpretatif
Setelah peserta dibawa dalam
proses refeleksi atas pengalaman dan masalah, yang umumnya diajak untuk
pertanyaan sederhana, kemudian dilanjutkan pada level interpretatif. Level ini
akan menyampaikan pertanyaan lanjutan yang lebih berat ketimbang pertanyaan
dalam level sasaran dan level reflektif. Di sini akan lebih lebih jauh
membangkitkan pendapat atau pandangan yang berbeda atau bahkan bertentangan
antar peserta. Setelah itu, kemudian fasilitator membawa peserta untuk
merumuskan solusi masa depan, yang lebih penting untuk memulai membangun
kesepakatan forum.
6. Level decisional atau pengambilan keputusan
Fasilitator mereview kembali
isu-isu yang dibicarakan pada level sebelumnya, dan kemudian mengajak peserta
untuk merumuskan kesepakatan dan keputusan bersama, untuk menindaklanjuti
solusi yang dirumuskan pada level interpretatif. Di sini perlu dibicarakan juga
rencana tindak lanjut berikutnya.
7. Refleksi dan Penutup
Fasilitator mereview kembali
mulai dari masalah inti yang dibicarakan dalam forum, sampai kesepakatan dan
keputusan forum sebelumnya. Sampaikan ucapan terima kasih atas partisipasi
peserta dalam forum diskusi.
INGAT:
Alur diskusi di
atas hanya bisa diterapkan pada forum diskusi kelompok yang relatif permanen,
yang diarahkan untuk pemecahan masalah dan untuk melahirkan kebijakan dan
tindakan. Alur itu tidak bisa diterapkan semaksimal mungkin dalam diskusi
kelompok ad hoc yang lebih banyak membicarakan tentang “konsep” yang
spesifik. Diskusi yang satu ini lebih banyak menekankan perdebatan pandangan
peserta atas konsep itu sehingga terjadi pengkayaan yang sangat beragam.
Semakin banyak dan beragam pandangan, maka semakin kaya diskusi atas konsep
itu. Tentu saja forum ini tidak terlalu butuh solusi, pemecahan masalah ataupun
keputusan. Yang lebih penting adalah kata-kata kunci dan pengkayaan pandangan.
Tips untuk Proses Diskusi
·
Mulailah diskusi setaktis dan
secepat mungkin. Jangan bertele-tele memberi pengantar.
·
Jagalah alur perdebatan ide dan
pandangan peserta. Dengarkan ide-ide yang disumbangkan. Catatlah ide-ide
menarik.
·
Konfrontasikan antaride yang
berbeda untuk dieksplorasi lebih lanjut.
·
Jagalah diskusi tetap
berlangsung secara terfokus pada isu atau tema. Jangan biarkan pembicaraan jadi
liar dan melebar kemana-mana. Intervensilah jika ada peserta yang bicara
terlalu jauh menyimpang.
·
Jagalah diskusi berlangsung
secara praktik dan taktis. Jangan bertele-tele.
·
Jagalah diskusi tetap terbuka.
Biarkan perbedaan pendapat terus berlangsung, tetapi usahakan juga penengahan
terhadap perbedaan.
·
Aturlah dan bagilah peranserta
para peserta secara merata. Jangan biarkan satu-dua orang mendominasi forum.
Kalau perlu tunjuk peserta yang hanya diam saja.
·
Jagalah alur diskusi menurut
alur O-R-I-D.
·
Jagalah diskusi berlangsung
pendek dan menyenangkan.
Contoh Diskusi Terfokus dengan Alur/Daur
O-R-I-D
Tema: Pengembangan Lembaga Riset Baru
Peserta: Tim Manajemen PKPT-PMD
Sasaran
Rasional:
·
Menggagas isu pengembangan
penelitian dan program aksi pemberdayaan.
·
Merumuskan lembaga baru yang
mewadahi dan mempercepat kegiatan penelitian STPMD “APMD”, yang secara istimewa
concern terhadap desa.
Sasaran Pengalaman:
·
Memberikan dukungan pada hasil
diskusi kebijakan “Pengembangan Penelitian dan Pengabdian”.
·
Memberikan rekomendasi
kebijakan kepada STPMD “APMD”.
Konteks/Pembukaan:
Forum terbatas
ini akan merespons lebih jauh beberapa usulan dan agenda tindakan yang sudah
dibicarakan dalam forum diskusi kebijakan “Pengembangan Penelitian dan
Pengabdian”, yang digelar 3 hari lalu di Hotel Ambarukmo. Kita akan merumuskan
solusi institusional untuk pengembangan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
Level
Sasaran: Identifikasi Isu
Apa saja isu-isu
atau ide-ide yang muncul dalam forum diskusi kebijakan 3 hari lalu?
Isu-isu atau ide
apa yang paling menarik untuk dibicarakan lebih lanjut?
Apa saja usulan
agenda tindakan menarik dari diskusi itu yang ditindaklanjuti?
Level Reflektif: Melihat Pengalaman Masa
Lalu
·
Bagaimana penilaian kita
terhadap ide dan agenda yang muncul itu?
·
Bagaimana pengalaman kita atas
ide dan agenda penelitian maupun pengabdian?
·
Apa yang kurang dari pengalaman
kita itu?
Level Interpretatif: Merumuskan Solusi
Masa Depan dan Mengevaluasinya
·
Seberapa besar kemampuan kita
ke depan untuk menindaklanjuti usulan yang muncul itu?
·
Dengan cara apa usulan itu kita
wujudkan?
Level Decisional: Merumuskan kesepakatan
dan keputusan bersama.
·
Bagaimana rumusan atau usulan
kita?
·
Apa konsep yang kita miliki?
·
Apa yang harus kita lakukan
berikutnya?
III. METODE, PROSES DAN TEKNIK
Metode
Latar Belakang
Salah satu masalah yang memerlukan
perhatian dalam kegiatan kepelatihan adalah Metode dan Teknik Pelatihan. Pada
awalnya metode dan teknik pelatihan ini kurang mendapatkan perhatian, karena
orang berpandangan bahwa pelatihan itu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya
praktis, jadi tidak diperlukan pengetahuan (teori) yang ada sangkut pautnya
dengan kepelatihan. Orang sudah merasa mampu untuk melatih dan menjadi pelatif atau fasilitator kalau
sudah menguasai materi yang akan disampaikan.
Pandangan ini
tidak benar. Fasilitator perlu pula mempelajari pengetahuan yang ada kaitannya
dengan kegiatan pelatihan, khusunya metode dan teknik pelatihan yang berguna
untuk “bagaimana memproses” terjadinya
interaksi belajar.
Pengertian
Metode Pelatihan
Metode merupakan
salah satu “sub-sistem” dalam “sistem pelatihan”, yang tidak bisa dilepaskan
begitu saja. Metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan oleh
fasilitator dalam interaksi belajar dengan memperhatikan keseluruhan sistem
untuk mencapai suatu tujuan pelatihan.
Proses
Secara garis
besar dalam suatu proses interaksi belajar menempuh 4 phase pokok yang
meliputi:
1.
Phase pendahuluan
Phase ini dimaksudkan untuk menyusun dan mempersiapkan mental set yang menguntungkan, menyenangkan
guna pembahasan materi pembelajaran. Dalam phase ini fasilitator dapat
melakukan kaji ulang (review) terhadap pembahasan sebelumnya dan
menghubungkan dengan pembahasan berikutnya.
2.
Phase Pembahasan
Phase ini dimaksudkan untuk
melakukan kajian, pembahasan dan penelaahan terhadap materi pembelajaan. Dalam
phase ini peserta mulai dikonsentrasikan
perhatiannya kepada pokok materi pembahasan. Dalam phase ini perlu
dicari metode yang cocok dengan tujuan, sifat materi, latar belakang peserta
dan pelatih/fasilitator sendiri.
3.
Phase menghasilkan
Phase ini yaitu tahap di mana
seluruh hasil pembahasan ditarik suatu kesimpulan bersama berdasarkan pada
pengalaman dan teori yang mendukungnya.
4.
Phase Penurunan
Phase ini dimaksudkan untuk menurunkan konsentrasi peserta secara
berangsur-angsur. Ketegangan perhatian peserta pelatihan terhadap materi perlu
secara bertahap diturunkan untuk memberi isyarat bahwa proses pelatihan akan
berakhir.
Mengenal Macam-macam Metode
Banyak pilihan metode yang dapat
dipergunakan oleh seorang fasilitator dalam memproses interaksi belajar untuk
mencapai tujuan tertentu. Tentu saja setiap metode mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih metode
yang tepat yaitu meliputi: tujuan pelatihan, sifat materi pelatihan, peserta,
fasilitator dan waktu. Dan yang paling penting juga adalah filosofi pendekatan.
Hal ini penting karena kalau menggunakan pendekatan konvensional (pedagogis)
akan berbeda dengan kalau menggunakan pendekatan andragogis. Dalam pendekatan
andragogis keterlibatan aktif peserta menjadi mutlak adanya. Untuk itu maka
metode-metode yang bersifat satu arah hendaknya ditinggalkan.
Metode Ceramah
Metode ceramah
seringkali disebut metode kuliah (The Lecture Method). Dapat pula
disebut dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode yang
memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang
fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar
peserta pelatihan mengetahui dan
memahami materi pelatihan tertentu
dengan jalan menyimak dan mendengarkan. Peranan fasilitator dalam metode
ini sangat aktif dan dominan, sedangkan peserta hanya duduk mendengarkan saja.
Metode kurang tepat untuk pelatihan orang dewasa, karena dalam pelatihan orang
dewasa mengehndaki keterlibatan aktif seluruh peserta.
Curah
Pendapat (Brainstorming)
Adalah sebuah
metode umum yang digunakan dalam suatu pelatihan orang dewasa untuk membantu
peserta pelatihan memikirkan sebanyak mungkin ide dan gagasan. Selama
berlangsungnya curah pendapat peserta didorong untuk menghasilkan pendapat,
gagasan secepat mungkin tanpa perlu memikirkan nilai-nilai dari pendapat itu.
Tekanannya adalah kuantitas, dan bukan kualitas.
Dalam curah
pendapat tidak dibenarkan adanya kritik terhadap pendapat-pendapat, karena
orang-orang akan merasa lebih bebas untuk membiarkan imajinasi-imajinasi mereka
berjalan dan untuk memberikan sumbangsih secara bebas/leluasa jika mereka tidak
harus merasa kuatir tentang apa yang akan dipikirkan oleh orang lain tentang
kontribusi mereka. Masing-masing individu bebas untuk memberikan sebanyak
mungkin saran seperti yang diinginkan. Seorang juru catat mencatat setiap
kontribusi pada sebuah papan tulis atau di atas lembaran kertas plano/ koran
dan semua peserta didorong untuk mengembangkan pendapat-pendapatorang lain.
Sangat sering terjadi bahwa sesuatu pendapat yang nampaknya tidak berguna atau
lucu akan memicu pendapat orang lain yang ternyata menjadi sangat bernilai
tinggi.
Setelah
dilakukan curah pendapat, seluruh peserta kemudian dapat mengadakan evaluasi
terhadap saran-saran tersebut dan melakukan pembahasan.
MetodeKelompok Nominal
Adalah hampir
sama dengan curah pendapat, tetapi ini dirancang agar setiap pribadi peserta
pelatihan untuk memberikan sumbangsihnya dan untuk mencegah adanya dominasi
peserta tertentu.
Prosedur ini
bisa dilakukan dengan cara seluruh peserta diminta hening selama 5 sampai 10
menit, saat ini dapat digunakan oleh peserta untuk menulis pendapat-pendapatnya
sebanyak mungkin. Pendapat-pendapat itu merupakan jawaban-jawaban terhadap
suatu pertanyaan yang spesifik yang diajukan oleh fasilitator atau pertanyaan
yang sudah disetujui oleh peserta pelatihan (seperti: “Apa yang seharusnya
dilakukan untuk memperbaiki lembaga ini?).
Langkah
berikutnya ialah para peserta mengambil giliran membaca pendapat-pendapat dari
daftar mereka. Hal ini dilakukan dengan cara bergilir, setiap anggota
membacakan hanya satu pendapat saja untuk satu kesempatan. Peserta-peserta
didorong untuk menambahkan ke dalam daftar-daftar mereka setiap saat selama
berlangsungnya tahapan ini, dan saling
mengembangkan pendapat antara satu dengan yang lainnya. Seorang juru catat
mencatat pendapat-pendapat itu dalam kata-kata yang sama persis yang
disampaikan oleh penyumbang pendapat di atas sebuah daftar yang bisa dilihat
oleh semua orang. Peserta pelatihan (anggota) boleh mengatakan pas atau belum ada ide setiap kali
mendapat giliran dan boleh menyampaikan pendapat lagi pada giliran berikutnya.
Hanya setelah
pendapat sudah dicacat, seluruh peserta mendiskusikan semuanya. Seluruh peserta
mengklarifikasi pendapat-pendapat dan jika para penyumbang pendapat setuju, menggabungkan
pendapat-pendapat yang sama atau hampir sama.
Setelah tahapan
diskusi, salah satu cara untuk memprioritaskan item-item dari daftar itu ialah dengan cara; bagi setiap peserta
(anggota) menuliskan lima yang menurut dia adalah paling penting, dan sesudah
itu membuat ranking dari kelimanya. Si Juru catat membacakan setiap item dari
daftar itu dan menmbahkan poin-poin yang ditugaskan padanya. (Sebuah item
dibebankan lima poin untuk setiap satu kali ia didaftarkan ke dua kalinya, dan
seterusnya). Dengan cara ini kelompok dapat menentukan nilai-nilai apa yang
sudah disarankan, setelah pendapat-pendapat itu dihasilkan.
Adalah penting
sekali bahwa sang juru catat menggunakan kata-kata yang tepat sama persis
seperti yang diganakan oleh penyumbang pendapat ketika menguraikan pendapatnya.
Jika kata-kata harus diubah, hal itu hanya akan bisa dilakukan dengan seijin si
penyumbang pendapat, barangkali dengan mengajukan pertanyaan seperti: “Dapatkah
anda memikirkan seatu cara yang lebih singkat dalam mengatakan hal itu?”
Metode Diskusi
Metode ini sering digunakan dalam pelatihan orang dewasa, karena mereka
dapat berpartisipasi aktif untuk menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam
kegiatan diskusi. Kalau dalam metode ceramah hanya terjadi komunikasi satu arah,
maka metode diskusi terjadi banyak arah. Dengan demikian maka pada dasarnya
metode diskusi adalah mengemukakan pendapat dan gagasan dalam musyawarah untuk
mencapai mufakat. Biasanya peserta diskusi dihadapkan pada suatu atau sejumlah
masalah yang mungkin disodorkan oleh fasilitator. Atau peserta dapat pula
menentukan sendiri topik yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada
umumnya adalah mencari pemecahan permasalahan, dari sinilah muncul
bermacam-macam jawaban yang perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan
tepat guna dari bermacam-macam jawaban yang lain untuk mencapai
mufakat/persetujuan.
Macam-macam Metode Diskusi Kelompok
Selama ini, dalam pelatihan orang dewasa, dikenal banyak macam metode diskusi dan seorang fasilitator dapat memilih salah satu atau gabungan dari berbagai teknik ini sehingga dapat memberikan berbagai variasi bagi peserta pelatihan dan tidak menimbulkan kebosanan peserta. Macam teknik diskusi tersebut antara lain:
1. Whole Group (Seluruh Peserta)
Seluruh kelompok dan seluruh peserta duduk dalam
satu formasi setengah lingkaran atau berbentuk “U” yang dipimpin oleh fasilitator atau moderator yang
diminta dari peserta. Diskusi seluruh
kelompok ini biasanya membicarakan topik tertentu dengan fasilitator/moderator
sebagai pemandunya. Digunakan untuk mengenal dan mengelola permasalahan,
membuat permasalahan yang menarik, menciptakan suasana informal, membantu
peserta mengemukakan pendapat. Peserta diskusi hendaknya tidak lebih 20 orang.
2. Group Discussion (Diskusi Kelompok)
Diskusi kelompok adalah upaya percakapan atau
pembahasan yang dipersiapkan di antara tiga atau lebih tentang topik tertentu
dengan seorang fasilitator. Ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada
peserta untuk saling mengemukakan pendapat dalam mengenal dan memecahkan suatu permasalahan. Diskusi kelompok akan membantu peserta pelatihan yang malu
berbicara di dalam kelompok besar dalam
mengemukakan pendapatnya. Jumlah peserta dalam diskusi kelompok idealnya tidak
lebih dari 5 orang.
3. Focus Group Discassion
(Diskusi Kelompok Fokus)
Diskusi Kelompok Fokus ini tidak jauh dengan diskusi kelompok seperti yang
sudah kita kemukakan, namun materi pembahasan diskusi ini lebih difokuskan pada
bidang tertentu. Peserta diskusi kelompok fokus bisanya bersifat homogen atau
yang mempunyai pengalaman atau pengetahuan sejenis atau sama.
4. Panel Diskusi
Panel diskusi juga dipergunakan untuk membahas suatu permasalahan tertentu
di mana 2 atau lebih orang dari luar atau dari peserta pelatihan itu sendiri
diminta untuk menyajikan suatu permasalahan atau pendapatnya tentang sesuatu,
kemudian seluruh peserta diminta untuk menanggapi dan terlibat untuk
mendiskusikannya.
5.
Syindicate Group
Suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok-kelomok kecil dengan anggota tidak lebih dari 5 orang. Masing-masing kelompok kecil tersebut melakukan diskusi tertentu, dan tugas ini bersifat sementara. Fasilitator memberikan penjelasan secara umum dan garis besar permasalahan, kemudian tiap tiap kelompok kecil (syndicate) diberi tugas mempelajari suatu praktek tertentu yang berbeda dengan kelompok kecil lainnya. Jika kemungkinan fasilitator menyediakan referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-sendiri, keudian masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk dibahas lebih jauh.
6. Debat Informal
Kelompok besar dibagi menjadi dua kelompok yang
sama jumlah pesertanya dan mendiskusikan
materi yang cocok untuk diperdebatkan. Biasanya fasilitator memberikan
persoalan yang sama kepada dua kelompok tersebut dan memberikan tugas yang
bertentangan, yaitu bahwa satu kelompok “Pro” dan satu kelompok “Kontra”.
Biasanya bahan yang diperdebatkan merupakan suatu permasalahan dan merupakan
sesuatu yang aktual.
7. Buzz Group (Kelompok Dengung)
Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (2
- 3) orang untuk mendiskusi-kan
“sesuatu topik” terlepas dari bantuan fasilitator. Tempat duduk diatur
sedemikian rupa hingga peserta dapat berhadap muka. Teknik ini memberikan
kesematan kepada individu-individu untuk menguji dan memperdalam
pemikiran-pemikirannya atau mempertajam suatu upaya pemecahan masalah dan
mendapatkan kepercayaan dirinya sendiri.
8.
Fish
Bowl (Diskusi “Lingkaran Dalam lingkaran”)
Para peserta pelatihan dibagi menjadi beberapa kelompok;
salah satu kelompok, yang dapat disebut “kelompok dalam” mendiskusikan suatu
masalahtertentu dan “kelomok luar” (kelompok lainnya) sebagai pendengar.
Sebagai contoh, kelompok dalam dapat merupakan “Kelompok Panitia Pelaksana (OC)
sedangkan kelompok luarnya adalah “Kelompok Panitia Pengarah (SC) yang tugasnya
mendengarkan, menganalisis serta menterjemhkan apa yang dibahas, didiskusikan
dan dibicarakan menjadi tindakan nyata.
9. Role Play (Bermain Peran)
Peserta pelatihan dimintauntuk melakukan peran tertentu dan menyajikan”permainan
peran” dan melakukan “dialog-dialog” tertentu yang menekankan pada karakter,
sifat atau sikap yang perlu dianalisis. Bermain peran haruslah mengungkapkan
suatu masalah atau kondisi nayata yang akan dipergunakan bahan diskusi atau
pembahasan materi.
Dengan demikian, setelah selesai melakukan peran, langkah penting adalah
analisis dari bermain peran tersebut. Para pemain diminta untuk mengemukakan
peran dan perasaan mereka tentang peran yang dimainkan, demikian pula dengan
peserta lainnya. Untuk itu fasilitator harus mempersiapkan skenario dan cerita
tertentu dan mempersiapkan “peserta” yang akan memainkan peran tertentu
tersebut, serta kelengkapan lain sebagai bahan analisis yang diperlukan.
10. Simulation (Simulasi)
Simulasi berasal
dari bahasa Inggris “Simulation” artinya meniru perbuatan yang bersifat
pura-pura atau tidak dalam keadaan sesungguhnya. Tujan simulasi adalah
menanmkan materi pembahasan melalui pengalaman berbuat dalam proses simulasi.
Sebenarnya simulasi lebih tepat untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan
jalan “melakukan sesuatu” dalam kondisi tidak nyata. Misalnya saja melakukan
“Simulasi melatih petani”.
11. Demontration (Demontrasi)
Metode peragaan merupakan suatu metode yang yang digunakan oleh fasilitator “untuk mempergakan” suatu proses untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan menggunakan alat yang sesuai dengan yang sesungguhnya. Misalkan “cara menyuntik ayam”. Disini fasilitator atau salah satu peserta menunjukkan alat yang dipakai, proses yang yang ditempuh dan teknik yang dipergunakan dalam menyuntik ayam.
PENJELASAN PRAKTIS TEKNIK FASILITASI
a. TEKNIK BUZZ GROUPS (KELOMPOK LEBAH) :
Adalah teknik sederhana untuk menggali informasi dan perasaan dalam
suasana orang bekerja dalam kelompok kecil (2 – 3 orang. Disebut Buzz (lebah)
karena dalam pelaksanaannya akan terdengar suara seperti lebah akibat banyak
orang yang berbicara.
TEKNIK BUZZ GROUPS |
|
KEKUATAN
|
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
|
1.
Sangat partsipatif
2.
Efektif terhadap kelompok
yang malu
3.
Mudah mengukur tingkat partisipasi
4.
Dapat digunakan dengan
kelompok besar
5.
Menciptakan rasa aman
|
1.
Memakai waktu yang singkat (3
– 5 menit).
2.
Pertanyaan harus jelas /
sederhana.
3.
Hasil perlu digunakan.
|
LANGKAH-LANGKAH
DALAM BUZZ GROUPS :
1.
Memperkenalkan topik yang akan
dibahas.
2.
Menyampaikan pertanyaan secara
tertulis karena akan membantu orang terfokus pada pertanyaan.
3.
Memberikan kesempatan berpikir
sejenak (berefleksi 2 – 3 menit).
4.
Peserta bergabung dengan
“tetangga” (rekan yang duduk di samping/dekatnya), kemudian membahas topik
(jangan lama-lama, sekitar 5 menit saja).
5.
Menulis pendapat di kertas
sendiri, kertas plano atau lainnya.
6.
Kesimpulan.
b. TEKNIK ROUND ROBBIN
(GILIRAN)
TEKNIK ROUND ROBBIN |
|
KEKUATAN |
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
|
|
|
LANGKAH-LANGKAH DALAM ROUND ROBBIN :
1.
Memperkenalkan topik yang akan
dibahas.
2.
Menyampaikan pertanyaan secara
tertulis karena kan membantu orang terfokus pada pertanyaan.
3.
Memberikan kesempatan berpikir
sejenak (berefleksi 2 – 3 menit).
4.
Mulai giliran dengan satu orang
dan memberikan kesempatan tiap orang secara berurutan (boleh “pas” tapi
kemudian harus dicek kembali).
5.
Menulis pendapat di kertas
plano.
6.
Dilanjutkan sesuai tujuan
semula (berkaitan dengan topik).
7.
Kesimpulan.
c. TEKNIK
BRAINSTORMING (CURAH PENDAPAT)
Adalah
teknik untuk memperoleh ide, analisis dan partisipasi. Kegunaannya adalah
mencari ide semaksimal mungkin dari peserta.
TEKNIK BRAINSTORMING |
|
KEKUATAN |
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
|
|
|
LANGKAH-LANGKAH
DALAM BRAINSTORMING :
LANGKAH PERTAMA (PENGEMBANGAN
IDE) :
1.
Memperkenalkan topik.
2.
Menjelaskan aturan main (ide
sebanyak mungkin, tidak boleh ada kritik karena bukan perdebatan, bisa
menggunakan ide orang lain, bebas dalam beride bahkan ide yang aneh adalah
baik, siapa saja dapat bicara).
3.
Mengutarakan pertanyaan selalu
secara tertulis.
4.
Menulis semua ide di kertas
plano, jika terlalu panjang bisa minta istilah lain pada pemberi ide.
5.
Setelah selesai orang
mengutarakan ide, maka selalu menanyakan : “ada ide lain ?”.
LANGKAH KEDUA
(KLARIFIKASI) :
1.
Menjelaskan proses klarifikasi
(belum mengkritik).
2.
Membaca ide satu per satu, jika
belum jelas maka diklarifikasi pada si pemberi ide.
3.
Klarifikasi diupayakan selalu
tuntas.
LANGKAH KETIGA (MENGUMPULKAN /
KLASIFIKASI) :
1.
Menjelaskan langkah
klasifikasi.
2.
Meminta peserta mengelompokkan
ide-ide yang sama/mirip/serupa.
3.
Memberi nama untuk tiap
kelompok dengan nama yang mencerminkan/mewakili seluruh ide.
4.
Cek ulang apakah ada ide-ide
dalam kelompok yang kurang cocok atau bahkan salah dimasukkan dalam kelompok
tersebut.
LANGKAH
KEEMPAT (ANALISIS MASALAH/ MENGAMBIL KEPUTUSAN) :
1.
Mengajak peserta membahas hasil
dari tiap kelompok.
2.
Mencatat hasil.
3.
Menentukan bersama apa yang
yang menjadi prioritas yang harus ditindaklanjuti.
d. TEKNIK META PLAN :
Adalah : teknik untuk mengumpulkan ide
yang menyerupai dengan teknik brainstorming, namun dengan menggunakan kartu.
Kegunaannya adalah curah pendapat, menghasilkan ide, pengorganisasian ide dan
mencari konsesnsus.
TEKNIK META PLAN
|
|
KEKUATAN
|
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
|
|
|
LANGKAH-LANGKAH
DALAM META PLAN :
1.
Menyiapakan tempat dan
peralatan pendukung (kartu, plastik/kain untuk menempelkan kartu, ATK).
2.
Menyajikan topik yang akan
dibahas dalam wujud pertanyaan / pernyataan secara tertulis.
3.
Menjelaskan aturan main
danproses :
a.
Satu ide satu kartu.
b.
Tulisan dibuat besar.
c.
Kalimat singkat (maksimal 6
kata) namun sedetil mungkin.
d.
Semua kartu yang dibagikan
sebisa mungkin digunakan (ide sebanyak mungkin sesuai kartu yang dimiliki).
4.
Cukup waktu (sekitar 5 menit)
untuk brainstorming bagi diri sendiri.
5.
Memberi waktu menulis kartu.
6.
Mengumpulkan kartu dan
memasangkannya di tempat yang mudah dilihat semua peserta (Tips : jika
menggunakan papan tulis atau dinding, maka perlu dipasangi kertas dahulu agar
mudah dipindahkan).
7.
Dilanjutkan seperti
langkah-langkah dalam Teknik Brainstroming (Klarifikasi, Klasifikasi, Analisis
Masalah/Mengambil Keputusan).
e.TEKNIK DISKUSI KELOMPOK (DISKO) :
METODE DISKUSI KELOMPOK
|
|
KEKUATAN
|
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
|
|
|
LANGKAH-LANGKAH DALAM DISKO :
LANGKAH PERTAMA :
A. JELASKAN TOPIK DISKUSI
DENGAN PERTANYAAN YANG JELAS DAN TERTULIS :
01.
Menentukan Fasilitator dan
notulis dalam kelompok.
02.
Mempersamakan persepsi.
03.
Mernyusun agenda dan waktu.
04.
Melakukan diskusi.
05.
Mengambil kesimpulan.
06.
Mencatat hasil dalam kertas
plano, transparansi (OHT), diketik atasu lainnya.
B. MEMBAGI PESERTA DALAM
KELOMPOK KECIL (IDEALNYA 4 – 5 ORANG), DENGAN CARA :
01.
Random (berhitung berdasar
nomer/angka atau nama buah dan lainnya).
02.
Cluster (berdasar wilayah,
jenis kelamin, umur, tempat duduk).
03.
Kesesuaian topik (pilih
berdasar minat).
04.
Berikan batasan waktu dengan
sedikit perkiraan molor.
05.
Kerangka laporan harus jelas
formatnya.
LANGKAH KEDUA :
A.
MENAJALANI DISKUSI KELOMPOK.
B.
KUNJUNGAN FASILITATOR
(MEMBANTU, MENJELASKAN, KLARIFIKASI, ATAU MENGEMBALIKAN ARAH).
LANGKAH KETIGA :
A. PRESENTASI HASIL DISKO
1.
Membagi hasil dari
masing-masing diskusi.
2.
Menarik ringkasan atau kesimpulan seluruh
Disko, mana yang sama dan mana yang berbeda.
3.
Menentukan langkah selanjutnya.
C.
BAGAIMANA PRESENTASI ?
(METODE PRESENTASI) :
1.
Presentasi dari hasil Disko
tiap kelompok :
a.
Wakil kelompok yang presentasi.
b.
Tanya jawab dan klarifikasi
(tanggapan setelah presentasi satu-per-satu atau setelah semuanya selesai
presentasi).
c.
Menarik suatu kesimpulan.
2.
Bursa Informasi :
a.
Tiap
kelompok memperagakan di tempat masing-masing (misalnya dengan menempelkan
kertas plano hasil Disko).
b.
Kelompok lain berkeliling, membaca dan mencatat untuk memberikan saran,
kritik yang membangun).
c.
Diskusi pleno dengan kelompok
lain memberikan umpan balik dan anggota kelompok memberikan tanggapan.
3. Presentasi oleh Fasilitator
Kelompok :
a.
Sama dengan carapresentasi I,
tetapi dilakukan oleh fasilitator.
b.
Fasilitator bisa langsung
menjawab atau mengembalikannya kepada kelompok atas tanggapan kelompok lain.
LANGKAH KEEMPAT :
A.
MENARIK KESIMPULAN/RINGKASAN.
B. PROSES DISKO : BAGAIMANA PESERTA MERASA
SEBAGAI ANGGOTA DISKO ATAU PLENO ? DAN BAGAIMANA KEAKTIFAN PESERTA / ANGGOTA
KELOMPOK ?.