KEMAMPUAN SISTEM POLITIK ERA SBY

                                                  KEMAMPUAN SISTEM POLITIK  ERA PEMERINTAHAN SBY
 
Kapabilitas sistem politik dapat diartikan sebagai kemampuan sistem politik yang dapat digunakan untuk mematangkan pembangunan politik disuatu negara. Kapabilitas sistem politik pada umunya mencakup 6 bidang, yakni: ekstraktif, regulatif, distributif, simbolis, responsif, domestik dan internasional. Sedangkan menurut Almond keamampuan sistem politik suatu negara terdiri atas kemampuan regulatif, ekstraktif, distributif, simbolis, dan responsif. Selanjutnya Almond mengklarifikasikannya antara negara – negara demokratis dan otoriter, yakni   output dari kemampuan regulatif, ekstraktif, dan distributif lebih dipengaruhi oleh tuntutan dari kelompok-kelompok kepentingan sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat demokratis memiliki kemampuan responsif yang lebih tinggi daripada masyarakat non demokratis. Sementara pada sistem totaliter, output yang dihasilkan kurang responsif pada tuntuan, perilaku regulatif bercorak paksaan, serta lebih menonjolkan kegiatan ekstraktif dan simbolik maksimal atas sumber daya masyarakatnya. Dalam era reformasi hingga sekarang hingga sekarang, penulis mencoba memotret bagaimana kemampuan sistem politik era pemerintahan SBY  hingga sampai sekarang dengan menggunakan teori Almond diatas antara lain :

1.    Kemampuan ekstraktif
 Adalah kemampuan mengelola sumber-sumber material dan manusia dari lingkungan dlm maupun luar.  Eksploitasi terhadap hasil sumber daya alam indonesia sebenarnya telah lama di lakukan oleh negara luar . Misalkan perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport di tanah Papua jelas-jelas hasil dari kekayaan alam tersebut diangkut tiap hari oleh kaum kapitalis baik itu emas, timah, logam, uranium, dan lain-lain dalam jumlah sekala besar. Rakyat hanya melototi hasil kekayaan alamnya diambil oleh orang lain, sementara upaya dari pemerintah era reformasi (SBY)  untuk memberikan rasa keadilan bagi rakyatnya tidak ada sama sekali. Ironinya hasil kekayaan alam tersebut telah menyebabkan ketimpangan sosial di tanah papua dengan semakin meningkatnya angka kemiskinan. Pemerintah dianggap telah gagal dalam melakukan advokasi dan kesejahteraan rakyatNya untuk meminimalisir eksploitasi terhadap hasil alamnya sendiri. Selain PT. Freeport di Papua banyak lagi contoh eksploitasi kekayaan alam Indonesia yang dilakukan oleh kaum kapitalis seperti perusahaan- perusahaan tambang di Kalimantan, Sumatra dan lain sebagainya. Ini bisa terjadi karena kemampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam yang ada sangat lemah.  

2.    Kemampuan regulatif
Adalah kemampuan mengontrol, mengendalikan perilaku individu atau kelompok dlm sistem politik. Kemampuan Sistem Politik dalam mengontrol perilaku-perilaku individu atau kelompok  pada era SBY memang tidak bisa mengatakan sepenuhnya buruk karena para individu atau kelompok telah dicoba untuk diberantas, tetapi pada sisi lain individu atau kelompok yang mampu mengganggu kestabilan negara kian hari makin marak bersemi. Tindakan premanisme yang semakin meresahkan warga sering terjadi dimana-dimana belum lama ini seperti kejadian geng motor dikepulauan Riau yang telah melakukan pemerkosaan, pelecehan seksual, pemerasan, dan tindakan apatis serta kriminal lainya. Regulasi di negri ini sebenarNya tidak hanya di injak – injak oleh oknum- oknum yang tidak bertanggung jawab bahkan dari oknum aparat penegak hukum sendiri seperti bentrok antar TNI-Polri. Artinya jika demikian bagaimana mungkin bisa mengontrol perilaku kriminal premanisme atau kelompok penekan lainya jika dari tubuh aparat sendiri tidak ada komitmen untuk bersinergi membangun kerjasama untuk mencegahNya.  Karna psikologis masyarakat secara tidak langsung beranggapan bahwa aparat penegak hukum sendiri yang idealnya menegakkan hukum malah telah menginjakNya, lalu kenapa kita dikontrol oleh orang-orang semacam itu. Maka jika seperti itu ini akan berakibat fatal terhadap regulasi kita. 

3.    Kemampuan distributif
Adalah kemampuan mengalokasikan berbagai jenis barang, jasa, kehormatan, status dan kesempatan. Kemampuan Sistem Politik dalam alokasi atau distribusi untuk berbagai kepentingan. Pada era SBY sebenarnya dana alokasi untuk di distribusikan kepada rakyat sudah cukup banyak namun akibat lemanya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dana alokasi tersebut tidak sampai sasara, tapi berhenti pada kantong celana oknum elit yang tidak bertanggungjawab (koruptor). Terjadinya kesenjangan antara masyarakat kota dengan masyarakat di pedesaan. Banyak kita temui ketidakmerataan distribusi barang dan jasa bagi daerah yang mudah dijangkau dan yang tidak terjangkau. Contoh kecilnya, ketersediaan gedung sekolah dan kesehatan bagi masyarakat serta tenaga pengajar dan medis. Selain itu, berkaitan dengan alokasi kehormatan, status dan kesempatan, aktor-aktor politik di indonesia belum bersedia mengalokasikan kehormatannya kepada pihak lain, sehingga yang terjadi hanya oligarki kekuasaan, yang juga ditengarai adanya system dinasti dalam kancah politik. Kesempatan kerja juga masih minim diciptakan oleh sistem politik, sehingga menimbulkan banyak penganggu.

4.    Kemampuan simbolis
Adalah kemampuan untuk membangun pencitraan terhadap kepala negara atau juga rasa bangga terhadap negaranya. Menurut Gabriel Almond Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sebuah sistem politik. kemampuan sistem politik untuk secara efektif memanfaatkan simbol-simbol yang dimilikinya untuk dipenetrasi ke dalam masyarakat maupun lingkungan internasional. Misalnya adalah lagu-lagu nasional, upacara-upacara, penegasan nilai-nilai yang dimiliki, ataupun pernyataan-pernyataan khas sistem politik. Simbol adalah representasi kenyataan dalam bahasa ataupun wujud sederhana dan dapat dipahami oleh setiap warga negara.
 Dalam konteks kekinian, sistem politik di indonesia saat ini tidak melahirkan pemimpin yang memiliki jiwa kemimpinan, karismatik dan relegius. Seperti kita ketahui sosok pemimpin seperti Ir. Soekarno, yang karismatik dan Gusdur sebagai tokoh agama. Tepuk tangan yang diberikan kepada pidato seorang tokoh politik merupakan dukungan moral dan tanda penghormatan atas dirinya sebagai pemimpin. Namun sekarang yang kita lihat tidak lagi terdapat pemimpin yang memiliki simbol tertentu, sehingga hanya melahirkan kepala pemerintahan yang memimpin dengan sistem kerja struktural belaka. Bahkan presiden dianggap lebih pada redaksional sehingga sebagian rakyat menggap pidato tersebut sangat membosankan.

5.    Kemampuan responsif
Adalah  tanggap tidaknya thd tuntutan-tuntutan atau tekanan-tekanan; Kemampuan Sistem Politik dalam daya tanggap terhadap masyarakat. Pada kepemerintahan SBY menurut saya pribadi sangat lemah sekali respon pemerintah terhadap hal-hal yang terjadi. seperti yang dapat kita ketahui bahwa masih terlalu bayaknya warga kita yang hidupnya masih merana dan terbelenggu dalam kemiskinan. Reformasi yang telah melahirkan demokrasi namun belum juga mensejahterakan bangsa ini. Demokrasi sebagai sistem politik era pemerintah SBY hanya sebatas prosedural semata. Lemahnya respon pemerintah terhdap keluhan rakayat ternyata bukan hanya dalam negeri saja, tetapi diluar negeri juga lebih buruk lagi. Bisa kita lihat berita khir-akhir ini tentang pembakaran kantor KJRI Jeddah, salah satu penyebabnya adalah akibat akumulasi terhadap keluhan para pahlawan devisa bangsa ini yang belum mendapat perhatian sama sekali dari pemerintah RI.  
6.    Domestik dan internasional
Adalah kemampuan yang dimiliki pemerintah dalah hal bagaimana ia berinteraksi dilingkungan domestik maupun luar negeri. Dalam konteks kontemporer  kemampuan domestik sistem politik masih lemah sehingga relasi antara pemerintah dan masyarakat kurang harmonis, hal ini tergambar dari berbagai aksi ketidakpercayaan publik terhadap kinerja pemerintah selama ini. Mengenai kemampuan internasional, sistem politik indonesia sangat terbuka terhadap kebijakan internasional dan membentuk relasi yang baik dengan dunia internasional. Namun menjadi ironi ketika sistem politik indonesia memberikan kebebasan pada dunia internasional untuk berinvestasi, justru mengorbankan masyarakatnya sendiri. Contoh riil yang terjadi saat ini, dimana adanya perjanjian perdagangan bebas yang justru mematikan industri lokal. Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, kemampuan sistem politik dalam mengelola potensi yang ada kurang maksimal. Akibatnya, indonesia masih terus bergumul dengan permasalahan klasik yang urung diselesaikan.

            Dari uraian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kemampuan sistem politik era pemerintahan SBY masih jauh dari yang diharapkan bangsa ini. Reformasi sebagai tuntutan untuk tercapainya rasa keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat ternyata juga belum bisa mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara keluar dari keterpurukan. Isu kenaikan BBM yang dianggap bukan hanya masalah subsidi tidak sampai sasaran tetapi krisis keuangan negara terhadap hutang kepada bank dunia dan IMF yang hampir mencapai 2000 triliun rupiah. Menggambarkan bahwa gagalnya pemerintah secara ekonomi politik dalam mengelolah dan memanfaatkan SDA Indonesia, sehingga terpaksa yang menanggu adalah rakyat ini lagi. 

Sumber :
Triyanto, M.si  (Modul Mata Kuliah “Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia” STPMD “APMD” Yogyakarta)